Wednesday, March 27, 2013

Pendidikan Islam 7



Arah Perguruan Tinggi Islam

Perguruan Tinggi Islam yang dimaksud adalah perguruan tinggi yang diprakarsai dan dikelola oleh umat Islam dan keberadaannya disemangati oleh keinginan mengejawantahkan nilai-nilai keIslaman.
Untuk melacak dan mengidentifikasi perguruan tinggi Islam di Indonesia tampaknya tidak terlalu sulit, misalnya (1) melalui nama yang disandang atau orang di balik perguruan tinggi itu, baik secara eksplisit dengan pencantuman kata Islam misalnya UNISBA, atau secara implisit dengan mengambil tokoh pejuan Islam seperti Universitas Ibn Khaldun, atau para wali seperti IAIN Syarif Hidayatullah di Jakarta, IAIN Sunan Gunung Djati di Bandung.
Sekalipun peruguran-perguruan tinggi tersebut tidak hanya terdiri dari fakultas dan jurusan keagamaan, sebegian besar juga membuka fakutlas dan jurusan umum. Selain itu ada perguruan tinggi yang secara formal sama sekali tidak menunjuklkan identitasnya sebagai perguruan tinggi Islam dan juga tidak terikat dengan salah satu ormas atau yayasan Islam, tetapi para pengelola dan suasananya menggambarkan sebagai perguruan Tinggi Islam.
Perguruan tinggi Islam tidak akan survive secara tiba-tiba melainkan berawal dari embrio adanya fungsi-fungsi studi pasca atau purna yang dilakukan oleh sebagian cendekiawan muslim untuk berusaha lebih mendalam dalam mengembangkan ajaran Islam. Gairah melaksanakan studi pruna di dunia Islam mencapai puncaknya sekitar abad ke-10 tatkala para cendekiawan muslim menyadap dan mengembangbiakkan gagasan Hellenis yang berasal dari Yunani klasik. Ciri dari gagasan Hellenis adalah pemberian porsi yang amat besar terhadap otoritas akal, mengutamakan sikap rasional serta gandrung pada ilmu-ilmu sekuler.
Gagasan Hellenis yang kian berkobar itu bertabrakan dengan gagasan Semitis yang juga dikembangkan oleh sebagian kalangan Islam. Ciri gagasan ini adalah pemberian porsi yang amat besar kepada otoritas wahyu, sikap patuh terhadap dogma serta berorientasi pada ilmu-ilmu keagamaan.
Pergumulan tersebut tergambar dalam buku tahafut al-falasifah sebagai serangan Semitis yang diwakili oleh Al-Gazali dengan Tahafut al-Tahafut sebagai tangkisan dari Hellenis yang diwakili Ibn Rusyd.
Di dunia Barat gagasan Hellenis ini dibentuk dalam sebuah kelembagaan dalam bentuk Universitas Studiosorum, yaitu perguruan tinggi yang dimulai dari adanya sekelompok mahasiswa, kemudian mereka mendatangkan tenaga pengajar sesuai keahlian yang mereka kehendaki.
Gagasan Semitis yang dikibarkan oleh pemuka gereja dan cendekiawan Nasrani yang Semitis dibuah dalam sebuah pola Universitas Magistorum.  Dalam pola ini bukan mahasiswa yang mengundang tenaga pengajar melainkan tenaga pengajar yang berkumpul kemudian mengundang atau mendatangi mahasiswa. Dengan pola ini maka tenaga pengajar dan bidang studi yang mendapat legitimasi dari gereja Kristen Semitis lah yang dapat mengajar.
Dua pola tersebut pada akhirnya bergeser dari motif dasar dan wataknya semula. Pola Universitas Studiosorum akhirnya menjadi watak sebagian besar kampus Inggris dan Amerika Serikat. Kampus berwatak pola ini pada perkembangannya bukan hanya mengutamakan ilmu sekuler, melainkan juga mengedepankan kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu terapan.
Adapun pola Universitas Magistorum dengan meninggalkan watak semitisnya menjadi ciri khas kampus Eropa Daratan. Pola kampus ini bersifat konservatif dan puritan terhadap pengembangan ilmu. Penyatuan dua semangat Hellenis dan Semitis dalam realitasnya masih menemukan permasalahan-permasalahan.
Suatu kenyataan yang banyak dihadapi adalah terjadinya ketidakseimbangan arus peminat yang cenderung lebih besar kepada fakultas-fakultas umum. Ketidakseimbangan ini menjurus pada segi kualitas dan kemampuan prasyarat pendidikan, terutama kemampuan ekonomi dan tingkat kecerdasan.
Persoalan teknis juga muncul karena Perguruan Tinggi Islam Swasta (PTIS) harus berpayung dua sebab fakultas-fakultas umum berada di bawah Depdiknas sedangkan fakultas agama berada di bawah Depag. Aturan birokrasi pada kedua departemen tersebut terkesan tidak sinkron sehingga menyulitkan dalam pengembangan PTIS.
Upaya lain dalam memajukan perguruan tinggi Islam adalem dengan pendekatan kopetensi. Pendekatan ini membuka peluang bagi mahasiswa untuk memiliki lebih dari satu kesanggupan. Bagi PTIS yang memiliki fakultas agama dan umum bisa memprogramkan mahasiswanya memiliki kesanggupan dalam jenis keahlian dan tingkat keahlian tertentu di bidang agama dan jenis serta tingkat keahlian tertentu di bidang studi umum.
Bagi perguruan tinggi negeri yang mengenal pemisahan antar perguruan tinggi umum dan IAIN program studi lintas fakultas ini dapat dilakukan melalui pendekatan kerjasama dengan perguruan tinggi umum yang berdekatan.

No comments:

Post a Comment