Sunday, March 17, 2013

Leadership dan Altruisme



KARAKTERISTIK DAN WUJUD PERILAKU ALTRUISME

Definisi Altruisme
Para ahli Psikologi sosial mendefinisikan altruisme  melalui dua  cara. Pertama, Altruisme di definisikan sebagai sebutan bagi watak yang cenderung selalu menolong orang lain. Menurut Krebs adalah ‘kerelaan untuk mengorbankan kesenangannya sendiri demi untuk melindung orang lain’. Macaulay dan Berkowitz menyebutkan bahwa  Altruisme adalah perilaku yang cenderung untuk memberikan keuntungan kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan.  Definisi yang kedua, memandang sebagai perwujudan perilaku  dan akibatnya tanpa merujuk pada  kecenderungan watak seseorang. Oleh karena itu, maka altruistik adalah perilaku  memberikan pertolongan kepada orang lain  tanpa melihat niat dari orang yang menolong. Definisi pertama merujuk pada  pernyataan internal diri manusia, sementara definisi kadua melihatnya sebagai suatu perilaku yang mempunyai konsekwensi tertentu.
Sebagai suatu bentuk perilaku, altruisme mempunyai berbagai cakupan  yang meliputi  tujuan dan  aksi (intentions and actions). Kegiatannya mencakup banyak hal dalam menyokong  kegiatan sosial seperti: derma, pertolongan, kerjasama, pemberdayaan, yang memberikan keuntungan kepada orang lain tanpa memandang apakah ini ditujukan untuk orang lain atau tidak untuk apa-apa.
Apa alasan untuk berperilaku altruistik
Berbagai teori motivasi yang ada sekarang menjelaskan bahwa setiap  orang akan berbuat sesuatu  dengan tujuan untuk mencapai suatu manfaat atau tujuan. Hal ini termasuk pada orang altruisme. Meskipun altruisme berbuat untuk menguntungkan orang lain, tetapi ini juga merupakan pemenuhan kebutuhan bagi dirinya.  Hal tersebut mengantarkan kita pada ‘paradoks hedonistik’. Pertanyaan yang paling menarik adalah: jika  suatu perbuatan yang dilakukan untuk memberi keuntungan kepada orang lain kemudian membawa keuntungan juga bagi dirinya sendiri, apakah ini juga disebut altruistik? Para ahli psikolog menyatakan bahwa  semua perilaku baik yang secara langsung memberi manfaat pada diri sendiri ataupun  pada orang lain adalah didorong oleh kebutuhan dan kemauan sendiri (inner drives). Dengan demikian maka perilaku altruisme berasal dari kemauan sendiri yang bersangkutan. Perilaku ini berhubungan dengan pemenuhan maksud dan tujuan seseorang untuk memberi keuntungan pada orang lain.  Dalam proses memenuhi kebutuhan tersebut, perilaku tersebut memuaskan individu, tetapi kebutuhan paling dalam untuk melakukan perilaku altruisme sebagai sumber perilaku tersebut tidak dapat dipungkiri. Dalam kerangka ini maka pertanyaan hedonistik paradoks mengenai altruisme ibarat ayam dan telur.
Perilaku altruisme berasal dari semangat pengabdian (nurturence). Semangat tersebut menurut ahli psikologi sosial dipengaruhi oleh ‘genetik’ yang terprogram lebih dahulu. Hal ini banyak terlihat dalam aktifitas sosial. Dimana setiap orang mempunyuai kecenderungan untuk berbuat baik pada orang yang telah menolong mereka. hal ini berlaku dalam konteks teman selevel ataupun terhadap orang yang lebih kaya atau lebih hebat. Dalam hal seseorang tidak dapat membalas jasa yang diberikan oleh  rekannya, maka ini dapat membangkitkan perasaan tanggung jawab sosial. Norma tanggung jawab sosial merujuk pada internalisasi keyakinan bahwa menolong orang lain  tanpa mempertimbangkan  pembalasannya adalah merupakan keharusan moral. Kepercayaan seperti ini kemudian melahirkan perilaku altruisme.
Wujud perilaku altruisme.
Berbagai bentuk perilaku altruistik dapat dipahami dengan membedakannya dengan bentuk perilaku  sombong (egotistic) dalam pemahaman yang berlawanan arah (polar). Hal dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Pada gambar diatas terlihat dua dimensi yakni perilaku yang menunjukkan perhatian pada keuntungan atau kerugian orang lain dan prilaku yang menunjukkan perhatian pada keuntungan atau kerugian diri sendiri. Dalam konteks yang ada pada gambar diatas, terlihat ada lima bentuk perilaku altruistik dan egotistik.
q  Utilitarian/mutual altruism; perilaku dimana seseorang memberikan keuntungan kepada orang lain dan dirinya sendiri. Contohnya adalah penjaga losmen (inn-keeper)
q  Apathetic  egotisme; perilaku dimana seseorang memberikan keuntungan bagi dirinya tanpa memperdulikan  orang lain. Contohnya adalah pendeta atau pembantu pendeta.
q  Hedonistic egotisme; perilaku dimana seseorang  memberikan keuntungan pada dirinya sendiri tetapi merugikan masyarakat. Contohnya adalah pencuri, teroris
q  Genuine moral altruisme: perilaku dimana memberikan manfaat kepada orang dengan mengorbankan dirinya.
q  Vindictive self-destructive egotism; perilaku dimana merugikan orang lain dan dirinya sendiri.

Apa pentingnya seorang pemimpin mesti altruisme.
Seperti pembahasan yang lalu, peran pemimpin sangat diharapkan untuk mentransformasi organisasi yang bersifat status kuo kearah tujuan yang diharapkan. Untuk kepentingan ini, maka kepemimpinan kharismatik, dapat dilihat pada tiga tingkat.
Tingkat pertama; seperti telah dijelaskan sebelumnya, pemimpin menilai lingkungan sekitarnya, dengan tujuan untuk mengetahui aspek defisiensi dalam status quo, dan menilai potensi yang sesuai dengan sumberdaya organisasi, keterbatasan, kebutuhan, kemampuan dan aspirasi anggota. Hal ini mengantarkan pada  tingkat kedua: yakni  formulasi dan artikulasi visi yang ideal yang  berbentuk kesenjangan  di status quo. Akhirnya pada tahap ketiga,  pemimpin melakukan upaya tertentu untuk mencapai tujuan. Sifat dasar dan titik tekan dari ketiga tingkat tersebut adalah  memberdayakan anggota. Oleh karena itu, perilaku pemimpin pada tingkat terakhir, membuat peserta/anggota menilai bahwa perilaku pemimpinnya sangat bernilai (trustworthy) dan mempunyai kemampuan dan keterampilan untuk merealisir  cita-cita organisasi.
Peran kepemimpinan kharismatik  dapat efektif jika perilaku pemimpin di landasi oleh semangat altruistik. Untuk beberapa hal pada saat tertentu, adalah memungkinkan bagi seorang pemimpin dimotivasi oleh satu atau dua kebutuhan seperti berafiliasi, berprestasi  dan  berkuasa. Bagaimanapun juga, tanpa mengabaikan berbagai kebutuhan yang mendasari motivasi manusia, maka efektivitas kepemimpinan sepenuhnya akan ditentukan oleh apakah perilaku pemimpin  diwujudkan oleh kebutuhan dan  ditimbulkan oleh altruisme.

No comments:

Post a Comment