Wednesday, March 27, 2013

Pendidikan Islam 4



PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH DAN NU

            Faktor penentu (determinant) sehingga Muhammadiyah dan NU mampu mempertahankan gerakan dan perannya dalam elan sejarah yang begitu panjang sampai sekarang adalah: pertama, keduanya konsisten berpegang teguh pada tradisi keislaman, yaitu keyakinan pada doktrin yang tertuang di dalam Alquran dan sunah, serta perbedaan paham yang dikembangkan sebagai interpretasi darinya. Kedua, keduanya memiliki sikap positif terhadap perubahan yang terjadi di sekitarnya, sekalipun  dalam tingkat responsivitas yang berbeda pada setiap kasusnya. Hal ini tercermin pada langkah-langkah yang ada, baik persoalan politik, ekonomi, maupun sosial kemasyarakatan.
            NU sering dikategorikan sebagai gerakan tradisional, sementara Muhammadiyah sering disebut sebagai gerakan modernis.
Belakangan ini kedua gerakan Islam itu dalam arti positif sering melakukan over lapping dalam mengarahkan gerakannya pada sektor pendidikan. Contohnya, NU pada pondok pesantren, sementara Muhammadiyah pada pendidikan umum. Namun akhir-akhir ini Muhammayah juga berobsesi ingin memiliki pendok pesantren yang representatif. Dan NU juga ingin memperluas pendidikan umum.
Sekalipun kedua gerakan Islam ini tidak secara eksplisit menyebutkan Islam sebagai bagian dari namanya, namun semua tahu bahwa keduanya berstatus sebagai organisasi massa Islam (jam’iyyah), serta berperan sebagai gerakan sosial keagamaan yang berakidah Islam. Hal ini tercermin dalam tujuannya. Untuk Muhammadiyah: “Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur, diridhai oleh Allah SWT”. Sedangkan NU: “Berlakunya ajaran Islam yang berhaluan ahlussunah wal jama’ah dan mengikuti salah satu mazhab empat di tengah-tengah kehidupan, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”.
Harus diakui bahwa Muhammadiyad dan NU telah terlambat memulai tradisi kualitatif dalam menyelenggarakan pendidikan. Ini berbeda dengan sekolah-sekolah Kristen yang telah memulai tradisi kualitatif zaman kolonial yang secara politis memang mendapat dukungan penuh dari pemerintah kolonial melalui politik diskriminatifnya.
Sedang bagi Muhammadiyah dan NU, pendidikan yang diselenggarakan adalah bersifat populis yang penting menampung umat sebanyak-banyaknya. Hal ini terutama terjadi setelah kemerdekaan dan berlanjut hingga kini. Dan ini nampak sejalan dengan kemauan politik pemerintah-yang berusaha membuka kesempatan yang seluas-luasnya-bagi seluruh warga negara sebagai komitmennya terhadap cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam hal apresiasi doktrinal, patut disimak analisis Harun Nasution tentang kajian antar agama dan produktivitas. Bahwa apresiasi doktrinal teologis tertentu mempunyai pengaruh besar terhadap produktif atau tidaknya seseorang. Selanjutnya, ia membuat ilustrasi dua aliran Islam klasik. Pertama, falsafah Fatalisme, Jabariyah atau qadha-qadar yang kurang mendukung produktivitas penganutnya, dan kedua, Qadariyah atau kebebasan manusia dalam berkemauan dan berbuat yang mendorong produktivitas.

No comments:

Post a Comment