Wednesday, March 27, 2013

Pendidikan Islam 5



Pendidikan Islam untuk Produktivitas

Menurut Sanapiah Faisal pendidikan adalah institusi teleologis, di sini dituntut kemampuan proyektif dari pendidikan dalam menangkap kecenderungan-kecenderungan yang akan terjadi di masa depan.
Dalam kajian teoretik seringkali diperdebatkan, apakah perubahan atau dinamika dalam masyarakat merupakan perubahan budaya (cultural change) atau perubahan sosial (social change).  Yang pertama berkaitan dengan perubahan yang berhubungan dengan ide-ide dan nilai-nilai yang dianut oleh kelompok masyarakat. Sedangkan yang kedua berkaitan dengan perubahan di bidang pola hubungan dalam masyarakat dan perkembangan kelembagaannya. Kedua perubahan ini mempunyai hubungan timbal-balik.
Di sisi lain, pendidikan dipandang sebagai bentuk investasi baik  modal maupun manusia (human and capital investmen) untuk membantu peningkatan keterampilan dan pengetahuan sekaligus mempunyai kemampuan produktif di masa depan yang diukur dari tingkat penghasilan yang diperolehnya .
Karena itu, tidak mengherankan apabila pendidikan selalu dipertimbangkan nilai imbalannya (rate of return), berapa besar investasi serta keuntungan atau evektivitas yang akan diperolehnya 
Ahmad Watik Pratiknya lebih jelas menggambarkan corak dan ciri-ciri masyarakat sekarang dan masa yang akan datang. Pertama, terjadinya teknologisasi kehidupan sebagai akibat adanya loncatan revolusi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat teknologi ditandai dengan adanya pembakuan kerja dan perubahan nilai, yaitu makin dominannya pertimbangan efisiensi dan produktivitas.
Kedua, kecenderungan perilaku masyarakat yang semakin fungsional. Dalam masyarakat seperti ini terjadi pergeseran pola hubungan sosial dari affective ke effective neutral, yakni perubahan dari hubungan yang mempribadi dan emosional ke hubungan yang tidak mempribadi dan berjarak.
Ketiga, masyarakat padat informasi. Dalam masyarakat seperti ini, keberadaan seseorang sangat ditentukan oleh berapa banyak dan sejauh mana dia menguasai informasi.
Keempat, kehidupan yang makin sistemik dan terbuka, yakni masyarakat yang sepenuhnya berjalan dan diatur oleh sistem yang terbuka (open system).
Dalam tataran normatif-filosofis, hingga kini persoalan Islam selalu berkutat pada perdebatan semantik, apakah pendidikan Islam secara istilahi menggunakan tarbiyah, ta’dib, atau ta’lim. Dari segi muatan (content), pendidikan Islam masih dihadapkan pada persoalan dualisme-dikotomi antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum.
Karena itu, pelaku pendidikan Islam dituntut segera melakukan reorientasi. Dalam hal yang bersifat normatif-filosofis, reorientasi dilakukan dengan cara menguji ulang terhadap nuktah-nuktah ilahiyah dalam Alquran yang berhubungan dengan persoalan pendidikan seperti tentang manusia, ilmu, nilai yang berhubungan dengan tujuan pendidikan dan lain sebagainya.
Selanjutnya, pada tataran orientasi kulturalnya, reorientasi yang perlu dilakukan adalah perlunya mempertegas kembali posisi dan peran pendidikan Islam. Dalam gerak transformasi sosial, kultural dan struktural yang demikian cepat dan bersifat universal seperti sekarang ini pendidikan Islam tidak bisa lagi bertahan pada posisi dan perannya yang bersifat tradisional yang hanya menjalankan fungsi konservator warisan budaya masa lalu.
Selain itu, pendidikan Islam dituntut melakukan fungsi yang bersifat reflektif dan progresif. Dalam fungsi yang pertama, pendidikan Islam harus mampu menggambarkan corak dan arus kebudayaan yang sedang berlangsung. Sedang dalam fungsi yang kedua pendidikan Islam dituntut mampu memperbaharui dan mengembangkan kebudayaan agar dicapai kemajuan. Pada fungsi kedua ini pendidikan Islam menjalankan kegiatan transformasi.

No comments:

Post a Comment