Tuesday, March 5, 2013

Globalisasi Pendidikan di Indonesia



Praktek Globalisasi Pendidikan di Indonesia

            Fakta ‘Internasionalisasi Pendidikan  sebagai dampak dari globalisasi dan menyusul hadirnya Multi National Corporation, yang didukung oleh kemajuan teknologi informasi.
Negara Indonesia sebagai anggota masyarakat dunia, tidak dapat mengisolasi diri dari pergaulan internasional dan menghindari arus globalisasi yang keras luas. Mau atau tidak mau kehadiran dan dampak dari globalisasi pasti dirasakan oleh bangsa Indonesia. Karena menyadari kondisi ini, maka pemerintah kita  telah meratifikasi perjanjian WTO, APEC dan AFTA ( sebagai instrumen dari globalisasi).
Seperti telah diutarakan sebelumnya, bahwa meskipun globalisasi pada awalnya hanya mempengaruhi kehidupan bidang industri dan perdagangan, namun karena manusia yang terlibat di dunia industri dan perdagangan global tersebut memerlukan pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan tuntutan industri, maka pendidikanpun menjadi urusan global. Dalam konteks ini maka lembaga pendidikan asing dapat membuka cabang atau jaringan kerja sama dengan lembaga pendidikan di Indonesia. Dan juga dapat berarti kalau Multi National Corporation, membentuk atau mendirikan lembaga pendidikanya sendiri dalam rangka merekrut dan mendidik putra-putra pribumi untuk dipekerjakan di perusahaannya. Atau juga dengan bentuk lain  yakni dengan memasukkan kurikulum mereka dalam pelajaran (content) pendidikan di tanah air.
Di Indonesia telah hadir beberapa lembaga pendidikan asing seperti:

  • Northern California Global University (NCGU); Lembaga ini telah membuka praktek pendidikan di berbagai kota di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Makasar, Kendari dan lain-lain. Program yang ditawarkan terdiri atas: BBA (bachelor bussiness administration) dan BSc (Bachelor of Science) yang sederajad dengan Strata 1 tetapi pendidiannya dapat di tempuh dalam jangka waktu 2 tahun; program MBA (Master Bussiness Adminstration) dan MSc (Master of Science) yang sederajad dengan Strata 2 tetapi pendidikannya dapat di tempuh dalam waktu 1 tahun; program DBA (Doctorate Bussiness Administration) dan Ph.D (Philosophy of Doctorate) yang sederajad dengan Strata 3.[1]
  • Swiss German University (SGU); adalah universitas yang diprakarsai dan didirikan oleh  para pakar yang berasal Jerman, Swiss, Australia, dan Indonesia. Didirikan dengan izin Mentri pendidikan Nasional (MENDIKNAS) pada tahun 2000. Sekolah ini menggunakan kuriulum standar internasional, fasilitas dan sarana pembelajaran dan tenaga pengajar berkualifikasi internasional. Menawarkan program: strata 1 (Bachelor Degree) dan Strata 2 (Magister Degree). Dengan disiplin dan keterampilan yang  ditawarkan adalah:  Mechantronics, terdiri atas: Mechanical engineering, Electical and electronik enginering, information technology; Information Technology, terdiri atas: general TI, Business TI, multi media/intermedia; Business Administration, terdiri atas: Banking, Insurance, dan auditing.[2]

  • The London School of Publik Relations-Jakarta; adalah lembaga setingkat strata 1 yang didirikan berdasarkan standard KADIN (Kamar Dagang dan Industri) negara Inggris. Telah beroperasi dengan surat keputusan Mendikbud No.24/D/0/1999. Menawarkan program Public Relation, Mass Communications, Marketing (komunikasi bisnis), dan advertising (periklanan). Lembaga pendidikan ini menggunakan kurikulum standard internasional dengan ujian internasional, dan menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris[3].

  • Daimler Chrysler Central Training Development; adalah lembaga pendidikan yang beroperasi dibawah dukungan dan sponsor jaringan perusahan P.T. DAIMLER CHRYSLER. Merupakan  pendidikan yang berjalan dengan menerapkan sistem ganda dengan bidang konsentrasi kelistrikan dan otomotif[4].

 Daya saing Perguruan Tinggi Dalam Negeri
Eksistensi lembaga pendidikan negara kita sangat ditentukan oleh  kemampuan pemerintah dan masyarakat untuk membangun kapasitas dan mutunya. Sampai kini pemerintah masih belum mampu menanggung biaya pendidikan tinggi secara maksimal. Disisi lain masyarakatpun belum mampu untuk menanggung biaya pendidikan. Masyarakat kita masih sangat berat untuk menanggung biaya hidupnya sehari-hari.
Oleh karena itu, lembaga pendidikan selalu kekurangan tenaga pengajar berkualitas, sarana prasarana dan media pembelajaran yang masih tradisional, lingkungan pembelajaran yang kurang kondusif untuk menghantar kesuksesan mahasiswanya, iklim akademis yang kurang dinamis, dan melahirkan output dan outcome yang rendah mutunya.
Disisi lain sebagian golongan masyarakat yang sudah mampu secara ekonomis, akan memilih memasuki lembaga pendidikan asing meskipun mahal. Untuk membayar mahal pada lembaga pendidikan kita,  masih ada rasa ragu akan kualitas yang di harapkan. Masyarakat masih kurang percaya dengan kualitas lembaga pendidikan dalam negeri.
Bukti konkrit yang obyektif, tentang mutu lembaga pendidikan tinggi Indonesia dapat dilihat pada laporan majalah Asiaweek tentang peringkat Perguruan Tinggi teknik dan Universitas terbaik di Asia dan Australia pada tahun 2000. Dalam laporan tersebut,  Universitas Indonesia (UI) menempati peringkat ke-61, Universitas Gajah Mada (UGM) menduduki peringkat ke-68, Universitas Diponegoro (UNDIP) berada pada peringat ke-73 dan Universitas Airlangga pada urutan ke-73. Sementara  untuk untuk perguruan tinggi teknik terbaik, Indonesia hanya di wakili oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) yang berada pada posisi ke-21[5].
Berdasarkan kondisi ini maka, terlahir gambaran streotipe dari lembaga pendidikan dalam negeri dapat digambarkan seperti ini:
1.    Biaya pendidikan yang relatif murah
2.    Mutu output dan outcomes yang relatif rendah;
3.    Fasilitas belajar dan tenaga pengajar yang kurang;
4.    Hanya terjangkau oleh masyarakat menengah ; (masyarakat elite lebih memilih pendidikan luar negeri) sementara masyarakat miskin sama sekali tidak mampu memikul biaya pendidikan anaknya.
5.    Menghasilkan pengangguran.
Bertentangan dengan gambaran tersebut terbentuk citra lembaga pendidikan asing yang mempunyai gambaran stereotipe sebagai berikut:
1.      Biaya pendidikan yang tinggi
2.      Mutu output dan outcomes yang tinggi;
3.      Fasilitas, sarana prasarana yang luks,
4.      Tenaga pengajar yang profesional;
5.      Dipilih oleh masyarakat menengah keatas;
6.      Menguasai pasar kerja
7.      Marketable;

Dampak Globalisasi Pendidikan 

1.      Dampak sosial-politik;
Mengarah pada melemahnya nasionalisme dan identitas nasional, melahirkan kesenjangan (gap) yang semakin lebar antara kaya dan miskin. Kesenjangan (gap) ini akan menjadi pemicu bagi persoalan sosial lainnya di tanah air.
2.      Dampak sosial-ekonomi;
Orang kaya lebih memilih untuk memasuki lembaga pendidikan Internasional, bertaraf internasional, meski dengan biaya mahal, tetapi outputnya mendapat tempat yang tinggi di dunia kerja. Logika membuktikan bahwa alumni sekolah asing selalu mempunyai kualitas yang tinggi dan relatif kurang (untuk tidak mengatakan ‘tidak ada’) yang menganggur. Mereka akan lebih memenangkan persaingan melawan alumni dalam negeri. Kenyataan juga menunjukkan bahwa kebanyakan eksekutif muda yang menjabat sebagai direktur diberbagai lembaga bisnis dan jasa sekarang adalah generasi muda yang berlatar belakang pendidikan luar negeri.
3.      Dampak sosial budaya.
Lembaga pendidikan asing selalu membawa nilai kultur bangsanya. Paling tidak hal tersebut dapat tersebar melalui penampilan tenaga pengajar dan manajemennya pasti akan menampilkan kultur bangsanya. Disini ada yang positif seperti pola pikir yang rasional, obyektif dan kritis serta optimisme untuk meju dan sukses. Namun dibalik itu ada dampak negatif yang berbentuk akulturasi budaya asing yang kurang atau belum diterima oleh masyarakat Indonesia.


[1] Klipping koran
[2] www. sgu.ac.id. 
[3] Kliping koran
[4] Kliping koran.
[5] Asiaweek, http://www.cnn.com/asianow.

No comments:

Post a Comment