Praktek Globalisasi Pendidikan di Indonesia
Fakta
‘Internasionalisasi Pendidikan’ sebagai
dampak dari globalisasi dan menyusul hadirnya Multi National Corporation, yang
didukung oleh kemajuan teknologi informasi.
Negara Indonesia sebagai anggota masyarakat dunia, tidak dapat
mengisolasi diri dari pergaulan internasional dan menghindari arus globalisasi
yang keras luas. Mau atau tidak mau kehadiran dan dampak dari globalisasi pasti
dirasakan oleh bangsa Indonesia. Karena menyadari kondisi ini, maka pemerintah
kita telah meratifikasi perjanjian WTO,
APEC dan AFTA ( sebagai instrumen dari globalisasi).
Seperti telah diutarakan sebelumnya, bahwa meskipun
globalisasi pada awalnya hanya mempengaruhi kehidupan bidang industri dan
perdagangan, namun karena manusia yang terlibat di dunia industri dan
perdagangan global tersebut memerlukan pendidikan dan pelatihan yang sesuai
dengan tuntutan industri, maka pendidikanpun menjadi urusan global. Dalam
konteks ini maka lembaga pendidikan asing dapat membuka cabang atau jaringan
kerja sama dengan lembaga pendidikan di Indonesia. Dan juga dapat berarti kalau
Multi National Corporation, membentuk atau mendirikan lembaga pendidikanya
sendiri dalam rangka merekrut dan mendidik putra-putra pribumi untuk
dipekerjakan di perusahaannya. Atau juga dengan bentuk lain yakni dengan memasukkan kurikulum mereka
dalam pelajaran (content) pendidikan di tanah air.
Di Indonesia telah hadir beberapa lembaga pendidikan asing
seperti:
- Northern California Global University (NCGU); Lembaga ini telah membuka praktek pendidikan di berbagai kota di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Makasar, Kendari dan lain-lain. Program yang ditawarkan terdiri atas: BBA (bachelor bussiness administration) dan BSc (Bachelor of Science) yang sederajad dengan Strata 1 tetapi pendidiannya dapat di tempuh dalam jangka waktu 2 tahun; program MBA (Master Bussiness Adminstration) dan MSc (Master of Science) yang sederajad dengan Strata 2 tetapi pendidikannya dapat di tempuh dalam waktu 1 tahun; program DBA (Doctorate Bussiness Administration) dan Ph.D (Philosophy of Doctorate) yang sederajad dengan Strata 3.[1]
- Swiss German University (SGU); adalah universitas yang diprakarsai dan didirikan oleh para pakar yang berasal Jerman, Swiss, Australia, dan Indonesia. Didirikan dengan izin Mentri pendidikan Nasional (MENDIKNAS) pada tahun 2000. Sekolah ini menggunakan kuriulum standar internasional, fasilitas dan sarana pembelajaran dan tenaga pengajar berkualifikasi internasional. Menawarkan program: strata 1 (Bachelor Degree) dan Strata 2 (Magister Degree). Dengan disiplin dan keterampilan yang ditawarkan adalah: Mechantronics, terdiri atas: Mechanical engineering, Electical and electronik enginering, information technology; Information Technology, terdiri atas: general TI, Business TI, multi media/intermedia; Business Administration, terdiri atas: Banking, Insurance, dan auditing.[2]
- The London School of Publik Relations-Jakarta; adalah lembaga setingkat strata 1 yang didirikan berdasarkan standard KADIN (Kamar Dagang dan Industri) negara Inggris. Telah beroperasi dengan surat keputusan Mendikbud No.24/D/0/1999. Menawarkan program Public Relation, Mass Communications, Marketing (komunikasi bisnis), dan advertising (periklanan). Lembaga pendidikan ini menggunakan kurikulum standard internasional dengan ujian internasional, dan menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris[3].
- Daimler Chrysler Central Training Development; adalah lembaga pendidikan yang beroperasi dibawah dukungan dan sponsor jaringan perusahan P.T. DAIMLER CHRYSLER. Merupakan pendidikan yang berjalan dengan menerapkan sistem ganda dengan bidang konsentrasi kelistrikan dan otomotif[4].
Daya saing Perguruan Tinggi
Dalam Negeri
Eksistensi lembaga pendidikan negara kita sangat ditentukan
oleh kemampuan pemerintah dan masyarakat
untuk membangun kapasitas dan mutunya. Sampai kini pemerintah masih belum mampu
menanggung biaya pendidikan tinggi secara maksimal. Disisi lain masyarakatpun
belum mampu untuk menanggung biaya pendidikan. Masyarakat kita masih sangat
berat untuk menanggung biaya hidupnya sehari-hari.
Oleh karena itu, lembaga pendidikan selalu kekurangan tenaga
pengajar berkualitas, sarana prasarana dan media pembelajaran yang masih
tradisional, lingkungan pembelajaran yang kurang kondusif untuk menghantar
kesuksesan mahasiswanya, iklim akademis yang kurang dinamis, dan melahirkan
output dan outcome yang rendah mutunya.
Disisi lain sebagian golongan masyarakat yang sudah mampu
secara ekonomis, akan memilih memasuki lembaga pendidikan asing meskipun mahal.
Untuk membayar mahal pada lembaga pendidikan kita, masih ada rasa ragu akan kualitas yang di
harapkan. Masyarakat masih kurang percaya dengan kualitas lembaga pendidikan
dalam negeri.
Bukti konkrit yang obyektif, tentang mutu lembaga pendidikan
tinggi Indonesia dapat dilihat pada laporan majalah Asiaweek tentang peringkat
Perguruan Tinggi teknik dan Universitas terbaik di Asia dan Australia pada
tahun 2000. Dalam laporan tersebut,
Universitas Indonesia (UI) menempati peringkat ke-61, Universitas Gajah
Mada (UGM) menduduki peringkat ke-68, Universitas Diponegoro (UNDIP) berada
pada peringat ke-73 dan Universitas Airlangga pada urutan ke-73. Sementara untuk untuk perguruan tinggi teknik terbaik,
Indonesia hanya di wakili oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) yang berada pada
posisi ke-21[5].
Berdasarkan kondisi ini maka, terlahir gambaran streotipe
dari lembaga pendidikan dalam negeri dapat digambarkan seperti ini:
1.
Biaya pendidikan yang relatif murah
2.
Mutu output dan outcomes yang
relatif rendah;
3.
Fasilitas belajar dan tenaga pengajar
yang kurang;
4.
Hanya terjangkau oleh masyarakat
menengah ; (masyarakat elite lebih memilih pendidikan luar negeri) sementara
masyarakat miskin sama sekali tidak mampu memikul biaya pendidikan anaknya.
5.
Menghasilkan pengangguran.
Bertentangan
dengan gambaran tersebut terbentuk citra lembaga pendidikan asing yang
mempunyai gambaran stereotipe sebagai berikut:
1.
Biaya pendidikan yang tinggi
2.
Mutu output dan outcomes yang
tinggi;
3.
Fasilitas, sarana prasarana yang
luks,
4.
Tenaga pengajar yang profesional;
5.
Dipilih oleh masyarakat menengah
keatas;
6.
Menguasai pasar kerja
7.
Marketable;
Dampak Globalisasi Pendidikan
1.
Dampak sosial-politik;
Mengarah pada melemahnya nasionalisme dan identitas nasional,
melahirkan kesenjangan (gap) yang
semakin lebar antara kaya dan miskin. Kesenjangan (gap) ini akan menjadi pemicu bagi persoalan sosial lainnya di tanah
air.
2.
Dampak sosial-ekonomi;
Orang kaya lebih memilih untuk memasuki lembaga pendidikan
Internasional, bertaraf internasional, meski dengan biaya mahal, tetapi
outputnya mendapat tempat yang tinggi di dunia kerja. Logika membuktikan bahwa
alumni sekolah asing selalu mempunyai kualitas yang tinggi dan relatif kurang
(untuk tidak mengatakan ‘tidak ada’) yang menganggur. Mereka akan lebih
memenangkan persaingan melawan alumni dalam negeri. Kenyataan juga menunjukkan
bahwa kebanyakan eksekutif muda yang menjabat sebagai direktur diberbagai
lembaga bisnis dan jasa sekarang adalah generasi muda yang berlatar belakang
pendidikan luar negeri.
3.
Dampak sosial budaya.
Lembaga pendidikan asing selalu membawa nilai kultur
bangsanya. Paling tidak hal tersebut dapat tersebar melalui penampilan tenaga
pengajar dan manajemennya pasti akan menampilkan kultur bangsanya. Disini ada
yang positif seperti pola pikir yang rasional, obyektif dan kritis serta
optimisme untuk meju dan sukses. Namun dibalik itu ada dampak negatif yang
berbentuk akulturasi budaya asing yang kurang atau belum diterima oleh
masyarakat Indonesia.
No comments:
Post a Comment