Monday, March 18, 2013

Kepemimpinan Universitas bagian 3



MODEL KOMPARATIP KEPEMIMPINAN UNIVERSITAS
EROPA DAN AMERIKA SERIKAT

          Dalam rangka menyususn tesis mengenai kerektoran, kita harus menempatkan posisi dalam kaitan dengan pengembangan kepemimpinan universitas dalam kultur lain. Sebelumnya telah dikemukakan bahwa terdapat format yang berbeda antara mengajar dan riset, perencanaan tradisonal dan adopsi tentang prinsip pasar saat pemimpin universitas berperan terhadap alokasi sumber daya guna mewujudkan suatu produsen pengetahuan. Walaupun tekanan ini dalam bentuk skala global, menurut sejarah sudah menghasilkan respon yang berbeda dengan sistem pendidikan yang lebih tinggi di kawasan seberang lautan Atlantik secara universal dengan pendekatan model strata, dan penggunaan sistem biner Eropa menjadi lain. Bagaimana pun, tantangan menghadapi sistem pendidikan lebih tinggi secara nasional diterapkan juga untuk membuat kebijakan disamping untuk institusi pendidikan lebih tinggi. Pertanyaan muncul seperti pada rektor di Inggris yang sedang mengikuti pola keteladanan kepresidenan universitas  di Amerika, kerektoran di Eropa atau pendekatan alternatif. Tentu saja, hal itu sah saja untuk menanyakan apakah pemusatan model kepemimpinan timbal balik terjadi diseberang Lautan Atlantik di samping perbedaan antara Sistem Pendidikan lebih tinggi di Amerika dan Eropa.
            Sesi ini menimbulkan pertanyaan penting untuk suatu komparasi, evolusi kerektoran dalam kaitan pengembangan kepemimpinan universitas di Amerika Serikat dan negara lain di Eropa. Hal itu akan mendukung suatu kombinasi tentang sumber sekunder dan hasil pertanyaan survei yang dikirim kerektor universitas di Swedia dan Belanda dan para rektor di negara bagian Georgia dan California di Amerika  Serikat. Kajian survei ini dilkasanakan sepanjang periode antara musim semi tahun 1997 dan musim dingin tahun 1998. Data yang dapat diperbandingkan secara nasional, isu  desain survei dan tingkat tanggapan dibahas dalam catatan tambahan. Masing-masing daftar pertanyaan telah dirancang guna memperoleh informasi dari para pemimpin universitas dan institusi pendidikan  lebih tinggi berkenaan dengan pertanyaan detail biografis dasar mencakup masa, jenis kelamin, kecakapan, karier sebelumnya dan hal lain yang relevan seperti persepsi peran kepemimpinan dan tanggung jawab. Data riwayat hidup ini menyediakan informasi yang dapat diperbandingkan data tentang rektor di Inggris dan  memungkinkan diamati secara nasional guna kemajuan karier pekerjaan pada setiap sistem. Hasil pandangan para pemimpin yang  dikumpulkan tentang peran kepemimpinan, prioritas dan pendekatan  benchmark mengenai praktik di Eropa dan di Amerika  dengan perbandingann evolusi  kerektoran di Inggris.
            Perbedaan kontras antara kepresidenan dan kerektoran universitas  berorientasi pasaran produk pendidikan tinggi Amerika dan sistem Eropa yang didominasi oleh negara, dapat meremehkan pemusatan kekuatan global yang akan berdampak pada evolusi kepemimpinan eksekutif. Konsep seperti kapitalisme akademis, kewirausahaan, dan komodifikasi  telah maju, dilaksanakan oleh berbagai penulis. Bagaimanapun, jika kekuatan unutk perubahan telah menjadi lingkup global, suatu kebutuhan untuk mengidentifikasi perbedaan regional dan lokal telah terpecahkan dalam praktik. Fungsi kepemimpinan berhubungan erat dengan berbagai variasi praktek budaya dan organisasi di berbagai negara..
            Kebanyakan model tanggung jawab kepemimpinan universitas  Amerika setuju bahwa presiden tergantung pada pengaruh pihak luar yakni seperti pemerintah setempat atau badan koordinasi, tergantung pada status universitas apakah sektor publik atau swasta. Kuasa mengatur badan tersebut diatas patut dipertimbangkan, tetapi arahan aktual aktivitas kepemimpinan. Secara umum presiden universitas di Amerika, terutama pada sistem multi kampus, lebih tepat menggunakan pertanyaan tentang perencanaan keuangan terutama pengumpulan dana dan terutama lobi politis dibanding dengan kebijakan akademis. Bagaimana pun beberapa  universitas swasta mengharapkan presiden menginterpretasikan  tanggung jawab didalam terminologi yang lebih holistik sebagai akademik dan bahkan para pemimpin kepastoran (Giamatti, 1988).  Peran ini dilontarkan oleh Kerr’s (1964) berupa uraian klasik tentang presiden universitas Amerika sebagai suatu individu multi-talenta yang menyelenggarakan banyak tugas, presiden universitas di Amerika Serikat diharapkan dapat menjadi mitra para siswa, rekan kerja fakultas, baik dengan para alumni, pengurus yang serasi dengan wali. Seorang pembicara yang baik dengan masyarakat, seorang pelobi cerdik dengan pemerintah pusat, politikus, mitra industri, tenaga kerja, dan pertanian, diplomat, juara pendidikan, pendukung profesi terutama bidang hukum dan medis, juru bicara, ahli, pegawai nasional, penggemar opera dan sepak bola.(Kerr, 1964 : 29-30 ).
            Oleh karena semua ini, tidak semua kajian terhadap presiden di universitas Amerika setuju bahwa presiden dapat membuat perbedaan sebagai agen perubahan. Cohen dan March (1974) dan Bennis ( 1976 ) cenderung kearah pandangan seperti inkonsistensi dan ketidak-pastian tentang tujuan dan sasaran universitas sebagai organisasi kepemimpinan adalah membingungkan dan kompromistis yang tidak dapat dielakan. Analisis lain menunjuk peran  yang sangat penting tentang para pemimpin kelembagaan organisasi spesifik, misalnya Baldridge (1971) telah berargumentasi bahwa presiden yang dinamis pada Reed, Swarthmore and Antioch adalah agen kritis yang membawa institusi menjadi amju. Di dalam menembus studi perubahan keorganisasian pada universitas New York, ia memuji sebuah penghargaan publikasi kepada presiden universitas, James Hester; sesuatu ditiggalkan dengan kesan, bahkan ditempat sangat besar, pengaruh dan kontribusi presidennya adalah unik dan besar, ia adalah suatu pengurus yang mampu dan pengelola dana yang sempurna dengan menyesuaikan kepada kepekaan fakultas. Dugaan presiden universitas sebagai agen perubahan kritis adalah kurang tepat dengan analisis terbaru yang melukiskan komoditas pendidikan Amerikanya terus meningkat, dikemudikan oleh pasar dan ekonomi. Dari perspekrif ini, pendidikan lebih tinggi terus meningkat, dipusatkan pada pemberi kerja bukannya para siswa dan mengutamakan kebutuhan yang besar, pribadi, trans-nasional, pemberi kerja dibanding kebutuhan, baik menengah maupun kecil, publik dan pemberi pribadi. Kebutuhan pasar ini menuntut institusi lebih baik dan membentuk wujud manajerial para pemimpin yang mampu bereaksi terhadap masalah guru.
            Di dalam model ini, ada ruang untuk latihan tentang fungsi kepemimpinan, sensitas ke fakultas, meski akhirnya bebas membuat keputusan dari atas ke bawah dengan beberapa analisis yang menyarankan tidak akan dikenali oleh kepala perguruan tinggi tradisonal terpilih (Trow, 1985). Walaupun model kepemimpinan ini tampaknya tidak bebas dari fakultas untuk suatu perubahan, akhirnya pemimpin yang efektif bisa memecat agen perubahan yang berperan sebab mengakses ke gaya kepemimpinan yang eksekutif, dan presiden mengharapakan untuk mengatur kembali dan menstratifikasi fakultas dan memulai perubahan di dalam produksi. Presiden sebagai pimpinan eksekutif, akan terkekang oleh kolegial yang menganut konsep keikut sertaan oleh berbagai bidang didalam pengambilan putusan penting. Menururt Green (1997), model kepemimpinan eksekutif adalah manajemen tidak duduk dengan nilai-nilai tradisional dalam tujuan akademi. Daya gerak mengadopsi pimpinan eksekutif. Dibandingkan dengan model kepala  perguruan tinggi terpilih harus jelas, seperti memaksa institusi untuk lebih relevan kepengembangan ekonomi guna dipertanggungjawabkan kepada publik, untuk menemukan sumber dana, dan untuk mengambil suatu peran yang lebih aktif guna mengembangkan hubungan dengan kelompok eksternal. Hal ini akan menjadi sulit bagi para pemimpin akademis untuk mencapai keseimbangan diantara masalah pertama.
            Di Eropa dan bagian lain dunia, alternatif gaya kepemimpinan eksekutif mengenai presiden Amerika adalah kerektoran. Kepala perguruan tinggi secara normal dipilih oleh anggota senior institusi akademik dengan asumsi bahwa pemimpin ditunjuk dari kelompok itu. Ada aspek politis yang jelas disini, bahwa calon pemimpin perguruan tinggi melaksanakan kampanye untuk membangun basis pendukung sebelum pemilihan. Sejak adanya gangguan siswa tahun 1968, dugaan kerektoran sebagai lembaga politik telah diperkuat oleh suatu proses demokrasi universitas. Trow’s (1985) mengemukakan bahwa kekuatan rektor terpilih dalam membuat keputusan sangat dibatasi dibandingkan dengan presiden universitas. Dewan pengambilan keputusan universitas adalah suatu bagian kunci yang sering mempersulit struktur dan berbenturan dalam proses kepemimpinan. Menurut Green, tradisi sistem pemilhan rektor tampaknya menjamin tenaga kepemimpinan akan terhalangi (Green, 1997 : 140). Hal itu dimungkinkan, karena bagaiamanapun, rektor terpilih dari kelompok akademis, sistem memberi manfaat kepemimipinan dan kredibilitas di antara koleganya.
            Walaupun ada hal yang nyata kontras antara pemimpin eksekutif dan model kepemimpinan rektor, dalam praktik mungkin ada konvergensi yang lebih besar diantara kedua pendekatan tersebut. Didalam beberapa sistem seperti di Swedia dan Belanda, peran kepemimpinan demokrasi dan peran koalisi tergantung pada tekanan pertumbuhan ke arah gaya yang lebih eksekutif sebagai pengendalian yang telah diperlonggar dan menuntut pelayanan kelembagaan lebih efisien. Beberapa negara di Eropa memaparkan keterikatan, tanggung jawab, dan kewirausahaan yang sudah mulai merusak aspek pengawasan dan peraturan yang menyebar, memonitor hubungannya dengan universitas. Liberalisasi sistem negara telah memusatkan kembali perhatian pada peran kepemimpinan di dalam rekonfigurasi misi universitas dan kemampuan mengubah permintaan sosial dan ekonomi.
            Kedua hal kerektoran Eropa dan kepresidenan Amerika menawarkan pendekatan persuasif kepada pemimpin kelembagaan. Bagaiman pun, pertanyaan akan muncul seperti apakah hal itu meninggalkan perbedaan seperti model terapan. Keberagaman dan pertanggungjawaban pasar dari gema model Amerika terus meningkat dengan penyatuan dan strata sistem pendidikan tinggi Inggeris, dengan harapan bahwa rektor berfungsi lebih seperti seorang pimpinan eksekutif korporat dibanding dengan seorang rektor tradisional. Pada waktu yang sama, pendekatan mengenai eropa meninggalakn pengaruh, bukan paling sedikit oleh karena hubungan dekat antara Inggeris dan universitas lain di Eropa di dalam bidang perdagangan regional di Eropa. Pada sesi berikutnya, bukti survei mengenai Eropa dan para pemimpin Amerika dimaksudkan untuk membandingkannya dengan model rektor Inggeris didalam suatu kerangka luas yang menggambarkan sifat tugas kepemimpinan didalam sistem pendidikan tinggi lainnya.
            Dari hasil kajian tentang karier rektor dewasa ini bahwa salah satu kecenderungan kronis model Inggeris adalah konsistensi dalam setiap janji pertemuan. Walaupun ada perbedaan sedikit antara praktik universitas lama dan baru untuk menugaskan calon lebih tua dibandingkan pada universitas baru, rata-rata usianya adalah 52 tahun. Dapat disimpulkan bahwa disamping pergeseran kearah yang model yang lebih eksekutif, rektor masih cenderung ingin dihormati sebagai suatu puncak karier akademis bergengsi.
            Hasil survei menyediakan dukungan  terbatas terhadap tipe kepemimpinan yang ideal. Di Amerika Serikat, umur rata-rata presiden universitas yang dipilih adalah 49 tahun, yang termuda berusia 39 tahun dan yang tertua 60 tahun saat penunjukannya. Di Belanda, rata-rata usia rektor saat penunjukannya adalah 49 tahun, yang termuda 36 tahun dan yang tertua 61 tahun. Di Swedia agak kontras yakni rata-rata usia rektor saat ditunjuk 52 tahun, termuda 37 tahun dan tertua 59 tahun.
            Di Swedia seperti Inggeris, 87 % rektor berasal dari akademisi karier, reflikasi kuat dengan pola Inggeris. Di Belanda, 80 % rektor berasal langsung dari sektor pendidikan tinggi sebagai pejabat karir. Di Amerika, hasil survei menyatakan bahwa 80 % presiden dari pejabat karir di universitas, meskipun berasal dari luar universitas tersebut, perekrutan terbesar berasal dari para praktisi profesional (6,5 %) dan hanya 3 % yang direkrut murni dari sektor korporat, serta proporsi yang sama direkrut dari badan pendidikan tinggi pemerintah.
            Terdapat sejumlah variasi penting dari latar belakang pendidikan pejabat yang direkrut. Presiden universitas di Amerika lebih dari 58 % didominasi displin bidang Seni, dan 21 % berasal dari disiplin Ilmu Sosial. Rektor di Belanda, 15 % berkualifikasi  Ilmu Sosial dan 12 % berkualifikasi disiplin Ilmu Teknik.
            Dari berbagai literatur menyatakan bahwa kepemimpinan manajerial atas rektor memandu pemikiran seputar isu dan masalah yang terlihat oleh pemimpin universitas sebagai prioritas. Hal ini terjadi karena sebagai refleksi atas persepsi rektor dan situasi nyata yang mengidentifikasi beberapa hal yang berbeda dan saling berhubungan. Hal ini meliputi :
1.      Manajemen Sumber Daya Manusia
2.      Sistem Pengendalian
3.      Kewiraausahan dan Manfaat Kompetisi
4.      Perencanaan Strategik
5.      Perubahan Kultur
Presiden dan rektor telah diminta menyusun bidang kebijakan yang dirasa penting dalam melaksanakan peran penting. Hasilnya menunjukan bahwa rektor dinegara yang berada pada kedua belah sisi Atlantik secara bulat menyatakan bahwa prioritas pertama adalah perencanaan strategik.
Karateristik organisasi dan tugas kepemimpinan mengandung suatu persepsi menyediakan indikasi berharga bagaiamana pemimpin universitas terkemuka dalam sistem nasional yange berbeda memandang universitas sebagai organisasi. Terdapat empat hal pokok penjelasan mengenai universitas ;
1.      Lembaga pendidikan tinggi merupakan organisasi kompleks, rektor berperan mengelola lembaga untuk bertahan hidup
2.      Lembaga pendidikan tinggi adalah organisasi manajerial, rektor berperan menciptakan suatu tujuan dan arahan korporat secara jelas.
3.      Lembaga pendidikan tinggi merupakan sebuah organisasi kreatif, rektor berperan menciptakan suatu etos kerja dan lingkungan yang mendorong inovasi.
4.      Lembaga pendidikan tinggi adalah organisasi kolegial, peran rektor adalah melindungi integritas prosedur lembaga dan membangun konsensus.
Pola persepsi Amerika dan Belanda merupakan yang paling konsisten dalam merespons penjelasan gambaran univesitas yang telah dikemukaka di atas.
Dalam kaitan dengan kinerja aktual tugas kepemimpinan, para pemimpin mecoba membuat peringkat keempat kategoriketerampilan generik sesuai peran pentingnya, yang diperoleh dari pengalman para rektor dinggris, yang meliputi keterampilan antarpersonal, pengambilan keputusan, kerjasama tim, dan manajmen informasi. Haislnya menunujukan pertimangan membuat peringkat leketerampilan kepimimpinan universitas trans-atlantik. Kedua presiden dan rektor mempertimbangkan keterampilan anatar personal sebagai hal yang terpenting, diikuti oleh openngemabilan keputusn, kerjasama tim, dan manajemen informasi.

Kesimpulan.

1.      Kepemimpinan universitas menggunakan istilah yang berbeda diberbagai negara, se[erti vice chancellor di inggeris dan beberapa negara [persemakmuran. Amerika mengguankan istilah preesident, dan beberapa negara eropa mengguankan istilah rektor.
2.    Kepemimpinan uninversitas diamerika mengarah pada mofdel pemasaran pendidiakn tinggi dan mengikuti gaya korporat, sedang kepemimpinan dinggeris menonjolakn status, bukan memasarkan prosudk universitas.
3.    Dalam kaitan dengan kepemimpinan.m, terapayt hal konvergensi dan divergensi dalam tugas kepemimpinan.
4.      Terdapat kecenederungan melihat universitas sebagai organisasi kreatif, yang diikuti oleh oragnaisasi kompleks.

Artikel sebelumnya:

No comments:

Post a Comment