Islam
sebagai Disiplin Ilmu
Jika ada pengajaran dan pendidikan yang selalu mendapat sorotan luas
dari masyarakat, dapat dipastikan itu adalah pengajaran dan pendidikan Islam.
Ada banyak hal yang disoroti dari pelaksanaan pendidikan agama selama ini. Pertama, masalah materi atau muatan (content) pendidikan agama. Materi
pendidikan agama yang bersumber dari ajaran Islam dinilai hanya menekankan pada
dimensi teologis – dalam pengertian yang sempit dan ritual ajaran Islam. Bahwa
dimensi teologis dan ritual merupakan masalah yang penting, telah menjadi
kesadaran dan keyakinan dalam keberagaman umat manusia.
Kedua, persoalan yang
berhubungan dengan kerangka metodologi. Jika dibandingkan dengan disiplin
keilmuan lainnya, pelaksanaan pendidikan agama masih terpaku pada model
konvensional yang lebih menekankan penggunaan metode ceramah sebagai mana
layaknya sebuah pegajian yang cenderung monolog dan doktrinatif. Dalam keadaan
demikian, pendidikan lebih merupakan sebagai perambahan dan pengayaan individu
pendidik saja. Padahal, peserta didik yang telah mempunyai potensi agama (sense of religion) – meminjam istilah
Rudolf Otto (1869-1937), tokoh fenomenologi agama – perlu dikembangkan dalam
keakraban wacana melalui proses perenungan yang dalam dan proses dialigis yang
produktif dan kritis.
Sebagai akibat adanya kelemahan pertama dan kedua tersebut, maka
persoalan ketiga yang muncul adalah pendidikan agama kurang terintegrasi. Atau
terjadi dualisme-dikotomi dengan disiplin keilmuan yang lain. Masalah tersebut
dapat dilihat dalam dua hal. Pertama,
pendidikan agama tidak pernah dikaitkan dengan disiplin kelimuan lainnya,
kecuali penekanan yang berlebihan terhadap dimensi teologis dan ritual. Kedua, agama dalam pendidikan agama
jarang sekali dijelaskan dari sudut pandang ilmu yang lain, seperti ekonomi,
politik, filsafat, antropologi dan lain sebagainya. Pendidikan agama yang pada
sisi lain merupakan studi agama atau studi Islam, sesungguhnya akan mengundang
daya tarik jika menyertakan disiplin ilmu lain dalam menjelaskan ajaran dan
fenomena keagamaan.
IDI (Islam sebagai Disiplin Ilmu) sebagai pendekatan di dalam
pendidikan agama yang dimaksudkan untuk mengintegrasikan agama, dengan disiplin
keilmuan yang lain. Tujuan dari IDI ini dirumuskan oleh Ahmad Muflih Saefuddin,
salah satu anggota Tim Penyusun buku IDI, sebagai berikut; (1) Membuktikan
kebenaran agama dalam disiplin ilmu; (2) Membenarkan formula ilmu sebagai
produk pemikiran yang sesuai dengan atau bertitik-tolak dari tata nilai atau
norma agama; (3) Menyanggah formula ilmu yang tidak memiliki hakekat kebenaran,
tapi masih merupakan hipotesa; (4) Merintis terciptanya ilmu (konsep ilmiah)
yang bersumber pada tata nilai atau norma agama, baik sebagai asumsi atau
sebagai bukti (scientific proof).
Kerangka teologis dan filosofis inilah yang dijadikan titik tolak utama
dalam mengintegrasikan ilmu-ilmu modern dengan Islam yang kemudian juga
dikembangkan diperguruan tinggi dengan menggunakan pendekatan IDI. Bidang ilmu
yang mendapat perhatian demikian beragam seperti ekonomi, psikologi, sosiologi,
antropologi serta disiplin keilmuan yang dimasukkan dalam jenis natural science. Sebagai rangkaian dari
semua usaha ini, sudah banyak buku yang dihasilkan dan diterbitkan sebagai
bacaan umum. Ini menandakan bahwa gagasan ini memperoleh respon yang positif
dari kalangan cendikiawan dan ilmuwan muslim yang datang dari berbagai disiplin
Ilmu.
Meskipun penekanan pada dimensi metafisis-filosofis ini penting dengan
suatu landasan kerja keilmua sangat tergantung pada asumsi metafisis-filosofis
yang berkaitan dengan aspek teologis, epistimologis dan aksiologi ilmu
pengetahuan, tetapi dirasa kurang memadai kalau tidak dilakukan pada tahap
teoritisasi dengan melakukan kegiatan yang oleh Kuntowijoyo disebut dengan Quranic Theory Building.
Untuk kepentingan ini, Alquran – yang telah menyediakan kerangka teologis
dan filosofis dibidang ilmu pengetahuan, selain juga kaya dengan
pernyataan-pernyataan normatif – perlu diformulasikan lebih lanjut menjadi
teori-teori yang empirik dan rasional, seperti yang ditempuh oleh ilmu-ilmu
modern.
Barangkali itulah yang paling esensial dilakukan oleh perguruan tinggi
untuk melakukan integrasi dan konteks tualisasi Islam dibidang ilmu
pengetahuan.
No comments:
Post a Comment