Monday, May 20, 2013

Kontekstualisasi Gagasan Matinya Sekolah


Kontekstualisasi Gagasan  Matinya Sekolah
Gagasan antitesis terhadap eksistensi sekolah yang melahirkan mental pekerja, penurut (anti-kritis), dan pendukung kemapanan, telah berkembang sekitar 4 dekade. Secara dialektik gagasan tersebut telah melahirkan sintesis bagi lahirnya sistem pendidikan informal. Sistem ini banyak diterapkan di negara ketiga, dan sekarang menjadi bentuk pendidikan yang paling banyak di pilih oleh masyarakat. Philips H. Coombs, sebagai salah satu tokoh aliran baru ini, menyatakan bahwa kebutuhan bagi masyarakat miskin pedesaan adalah perubahan melalui sistem pendidikan informal. Dan hal ini berarti berubah bentuk pendekatan yang dilakukan selama ini. ‘Recognition of the severe shortcoming of conventional rural delivery system led to the demand for a more integrated and more community-based approach to rural development’.[1]
Sejalan dengan gagasan Coombs tersebut, Paulo Freire juga mengemukakan bentuk pendidikan yang lain sebagai bentuk counter dari sistem pendidikan formil yang selalu memanipulasi rakyat dan menimbulkan dehumanisasi. Menurut Freire, (dalam bukunya ‘Pedagogy of the Oppressed) pendidikan formal yang dipraktekkan di seluruh negara di dunia menjalankan sistem Bank, yakni sistem pendidikan yang monolog, yang menempatkan anak didik sebagai obyek yang di diceramahi, dan tidak ada dialog, sehingga proses indoktrinasi menjadi sangat efektif. Untuk menetralisisr pengaruh indoktrinasi yang ditanamkan oleh lembaga pendidikan sistem bank tersebut, Freire menganjurkan pendidikan dengan sistem ‘Problem Posing’, dimana setiap orang diberikan kesempatan untuk mengerti persoalan dan mengemukakan jalan keluarnya. Dengan sistem ini, maka proses dialog terbangun dengan lancar dan rasa percaya diri dan hargadiri serta kesadaran masyarakat menjadi terbentuk. Nilai-nilai ini sangat penting dalam rangka memberdayakan masyarakat.[2]
Memasuki abad informasi sekarang, kontekstualisasi dari pemikiran aliran baru, terutama gagasan tentang ‘deschooling sociaty, dari Ivan Illich atau School is Dead dari Everett Reimer’, menjadi aktual. Lahirnya praktek pembelajaran jarak jauh atau open and distance learning, memberikan alternatif bagi cara bejarar manusia dan memperoleh ilmu pengetahuan tanpa pergi ke sekolah.
Terlepas dari kesadaran Illich dan Reimer tentang fakta globalisasi dan teknologi informasi sekarang, pemikiran tentang pembebasan masyarakat dari sekolah (deschooling sociaty) dan matinya sekolah (school is dead) menjadi aktual di era '‘cyberspace'’sekarang. Tidak ada kekuasaan yang mampu mengatur lalu lintas di dunia maya. Tidak ada negara yang mempu melarang warganya untuk mempelajari kecakapan baru yang tidak di kehendaki oleh negara. Tirani negara didobrak oleh arus teknologi informasi. Peran  lembaga sekolah formal, guru, kurikulum, dan statuta akademik yang kaku sebagian telah diambil alih oleh Internet.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini telah melahirkan apa yang dinamakan oleh Ivan Illich dengan ‘jaring-jaring belajar’ atau Education and Learning Web. Dalam konteks kekinian, maka kontekstualisasi dari gagasan Illich ataupun Reimer dan kawan-kawan adalah lahirnya paradigma baru dalam pendidikan atau Revolutionary Pedagogies yang berbentuk Multiple Literacy  atau penguasaan media komunikasi dan informasi sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan secara global.[3]









[1] Philips H. Coombs,  Meeting The Basic Need of Rural Poor; The integrated community-based approach,  (New York, ICED, 1980), p.  11
[2] Paulo Freire, Pendidikan, Pembebasan, Perubahan sosial; diterjemahkan Mien Joebhaar, (Jakarta, PT. Sangkala Pulsar, 1984), pp. 51-161.
[3] Peter Pericles Trifonas, ed., Revolutionary Pedagogies,  (London, Routledgefalmer, 2000), pp.  196-217.  

No comments:

Post a Comment