Kontekstualisasi Gagasan Matinya Sekolah
Gagasan antitesis terhadap eksistensi sekolah yang
melahirkan mental pekerja, penurut (anti-kritis), dan pendukung kemapanan,
telah berkembang sekitar 4 dekade. Secara dialektik gagasan tersebut telah melahirkan sintesis bagi lahirnya sistem pendidikan
informal. Sistem ini banyak diterapkan di negara ketiga, dan sekarang menjadi
bentuk pendidikan yang paling banyak di pilih oleh masyarakat. Philips H.
Coombs, sebagai salah satu tokoh aliran baru ini, menyatakan bahwa kebutuhan
bagi masyarakat miskin pedesaan adalah perubahan melalui sistem pendidikan
informal. Dan hal ini berarti berubah bentuk pendekatan yang dilakukan selama
ini. ‘Recognition of the severe shortcoming of conventional rural delivery
system led to the demand for a more integrated and more community-based
approach to rural development’.[1]
Sejalan dengan
gagasan Coombs tersebut, Paulo Freire juga mengemukakan bentuk pendidikan yang
lain sebagai bentuk counter dari sistem pendidikan formil yang selalu
memanipulasi rakyat dan menimbulkan dehumanisasi. Menurut Freire, (dalam
bukunya ‘Pedagogy of the Oppressed)
pendidikan formal yang dipraktekkan di seluruh negara di dunia menjalankan
sistem Bank, yakni sistem pendidikan yang monolog, yang menempatkan anak didik
sebagai obyek yang di diceramahi, dan tidak ada dialog, sehingga proses
indoktrinasi menjadi sangat efektif. Untuk menetralisisr pengaruh indoktrinasi
yang ditanamkan oleh lembaga pendidikan sistem bank tersebut, Freire menganjurkan
pendidikan dengan sistem ‘Problem Posing’,
dimana setiap orang diberikan kesempatan untuk mengerti persoalan dan
mengemukakan jalan keluarnya. Dengan sistem ini, maka proses dialog terbangun
dengan lancar dan rasa percaya diri dan hargadiri serta kesadaran masyarakat
menjadi terbentuk. Nilai-nilai ini sangat penting dalam rangka memberdayakan
masyarakat.[2]
Memasuki abad
informasi sekarang, kontekstualisasi dari pemikiran aliran baru, terutama
gagasan tentang ‘deschooling sociaty,
dari Ivan Illich atau School is Dead dari
Everett Reimer’, menjadi aktual. Lahirnya praktek pembelajaran jarak jauh atau open and distance learning, memberikan
alternatif bagi cara bejarar manusia dan memperoleh ilmu pengetahuan tanpa
pergi ke sekolah.
Terlepas dari kesadaran
Illich dan Reimer tentang fakta globalisasi dan teknologi informasi sekarang,
pemikiran tentang pembebasan masyarakat dari sekolah (deschooling sociaty) dan matinya sekolah (school is dead) menjadi aktual di era '‘cyberspace'’sekarang. Tidak
ada kekuasaan yang mampu mengatur lalu lintas di dunia maya. Tidak ada negara
yang mempu melarang warganya untuk mempelajari kecakapan baru yang tidak di
kehendaki oleh negara. Tirani negara didobrak oleh arus teknologi informasi.
Peran lembaga sekolah formal, guru,
kurikulum, dan statuta akademik yang kaku sebagian telah diambil alih oleh
Internet.
Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini telah melahirkan apa yang
dinamakan oleh Ivan Illich dengan ‘jaring-jaring belajar’ atau Education and Learning Web. Dalam
konteks kekinian, maka kontekstualisasi dari gagasan Illich ataupun Reimer dan
kawan-kawan adalah lahirnya paradigma baru dalam pendidikan atau Revolutionary
Pedagogies yang berbentuk Multiple Literacy
atau penguasaan media komunikasi dan informasi sebagai dasar
pengembangan ilmu pengetahuan secara global.[3]
[1]
Philips H. Coombs, Meeting The Basic Need of Rural Poor; The integrated community-based
approach, (New York, ICED, 1980),
p. 11
[2]
Paulo Freire, Pendidikan, Pembebasan, Perubahan sosial; diterjemahkan Mien
Joebhaar, (Jakarta, PT. Sangkala Pulsar, 1984), pp. 51-161.
[3]
Peter Pericles Trifonas, ed., Revolutionary Pedagogies, (London, Routledgefalmer, 2000), pp. 196-217.
No comments:
Post a Comment