Keterkaitan antara pengambilan
keputusan, pemecahan masalah, metodologi ilmiah dan argumen
Pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan, keduanya merupakan aktifitas manajerial.
Setiap manajer dalam organisasi pasti melakukan kedua aktifitas tersebut. Kedua
kata tersebut juga terkadang selalu dipertukarkan dan dipakai secara bergantian
oleh ahli manajemen. Sehingga sebagian
orang memandang dalam kata tersebut terkandung permasalahan semantik. Pada
umumnya ilmuwan administrasi dan manajemen seperti Stoner, Freeman, dan Coke,
Slack memandang pengambilan keputusan sebagai bagian dari proses pemecahan
masalah. Stoner dan Freeman, menyatakan bahwa ‘pengambilan keputusan merupakan
aktifitas untuk mengidentifikasi dan memilih serangkaian tindakan untuk
memecahkan suatu masalah’.[1]
Sementara
itu, penulis yang lain, Steve Cooke and Nigel Slack menyatakan sebagai berikut:
Decision making is part of
the larger process of problem solving. We see decision making as focusing arround the centrall problem of
choice between alternative course of action. Problem solving is a broader
process which include the recognition
that problem exist, the interpretation and diagnosis of that problem, and the
later implementation of whatever solution is though to be appropriate.[2]
Penjelasan
Cooke dan Slack tersebut, mempertegas pengertian bahwa pengambilan keputusan
adalah aktifitas yang dilakukan dalam rangka memilih alternatif terbaik dalam
pemecahan masalah (problem solving).
Artinya, pengambilan keputusan (decision making) berkenaan dengan permasalahan
yang bersifat luas dan bersifat khusus. Stoner menyebutkan bahwa hal tersebut
berkaitan dengan peluang (opportunity) yang terjadi dibalik munculnya masalah.[3]
Dan kalau menurut Alisson and Zelikov,
hal tersebut kerkaitan dengan konsekwensi (consequences) yang menyertai setiap pilihan.[4]
Proses
pengambilan keputusan seperti digambarkan oleh Stoner dan Freeman diatas,
diambil dari model berpikir rasional yang dikembangkan oleh John Dewey. John
Dewey dikenal sebagai tokoh pemikir yang mengembangkan metode ilmiah
(scientific method). Hal ini menunjukkan dekatnya hubungan atau miripnya proses
pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan metodologi ilmiah. Ketiga proses
ini sama-sama dimulai dengan perumusan masalah (identification problem) dan berakhir dengan kesimpulan sebagai
solusi dari masalah. Secara sederhana metode ilmiah terdiri atas
langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Perumusan masalah;
2.
Penyusunan kerangka berpikir dalam
pengajuan hipotesis;
3.
Perumusan hipotesis;
4.
Pengujian hipotesis;
5.
Penarikan kesimpulan.[5]
Langkah
metodo ilmiah tersebut dapat dibandingkan dengan langkah pemecahan masalah,
seperti dikemukakan oleh Cooke dan Slack, yakni sebagai berikut:
1.
Mengamati dan merumuskan masalah
(observe and recognize problem);
2.
Menentukan sasaran dari pemecahan
masalah (set objective);
3.
Memahami masalah (understand
problem);
4.
Menentukan pilihan (determine
options);
5.
Menilai pilihan (evaluate options);
6.
Menjatuhkan pilihan (choice);
7.
Implementasi;
8.
Monitor dan observasi ulang;[6]
Meskipun
tidak sepenuhnya sama, tetapi proses pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan banyak diinspirasi bermula dari metode berpikir ilmiah yang rasional,
sistematis, dan logis. Pada taraf tertentu, pemecahan masalah memerlukan metode
perpikir ilmiah agar dapat mecapai solusi yang tepat. Hal ini seperti terlihat
pada penjelasan Stoner dan Freeman.[7]
Dengan
cara ini maka pengambil keputusan (decision
maker) dapat memberikan argumen yang meyakinkan agar supaya keputusan atau
solusi atau kesimpulan yang dipilih dapat dipakai oleh organisasi atau oleh
publik. Dalam konteks kebijakan adalah, argumen yang dibuat merupakan
penyimpulan praktis (practical inference) yang memungkinkan untuk mencapai
kesimpulan mengenai sejauh mana masalah kebijakan dapat dipecahkan. Dan sebagai
argumen kebijakan (policy argument) ia harus menggambarkan alasan mengapa antar
golongan-golongan yang ada dalam masyarakat tidak sepakat mengenai arah dan
tindakan yang ditempuh pemerintah.[8]
Dengan argumen kebijakan, decision maker berbuat lebih dari sekedar
menghasilkan informasi dan memindahkannya dalam nilai danfakta yang sempit.
[1] James A.F. Stoner, and R. Edward Freeman, Manajemen, (Jakarta,
Intermedia, 1992), p. 233
[2] Steve Cooke, and Nigel Slack, Making
Management Decisions, (New York,
Prentice Hall, 1991), p.4
[3] Stoner and Freeman, op.
cit., p. 235.
[4] Graham Allison and Philip Zelikow, Essence Of Decision, (New
York, Longman, 1999), p. 18
[5] Yuyun S. Suriasumantri, Filsafat
Ilmu sebuah Pengantar Populer,
cetakan ke-14 (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001), p. 128.
[6] Cooke and Slack, op.cit.,
pp. 5-8.
[7] Stoner and Freeman, op. cit., p. 236.
[8] William N. Dunn, Analisa
Kebijakan Publik, (Yogyakarta, Hanindita, 1988), pp. 52-54.
No comments:
Post a Comment