Keterkaitan antara argumen dalam proses
pengambilan kebijakan.
Setiap
kebijakan memiliki argumen yang merupakan alat untuk mengubah informasi yang
relevan dengan kebijakan menjadi pernyataan kebijakan.[1]
Ada enam elemen argument yang menyertai sebuah kebijakan, yakni sebagai
berikut:
1.
Informasi yang relevan dengan
kebijakan (policy-relevant information)
yang dapat diperoleh dengan menggunakan berbagai metode. Beberapa bentuk
informasi yang relevan dengan kebijakan adalah: masalah kebijakan, alternatif
kebijakan, tindakan kebijakan, hasil kebijakan, hasil guna kebijakan.
2.
Tuntutan kebijakan (policy claim)
yang merupakan kesimpulan dari argumen kebijakan;
3.
Pembenaran (warrant) sebagai proses
memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan kepada tuntutan kebijakan;
4.
Dukungan (backing) terhadap
pembenaran yang berisi asumsi-asumsi atau argumen-argumen tambahan yang dapat
digunakan untuk mendukung pembenaran;
5.
Bantahan (rebuttal) sebagai
kesimpulan kedua, asumsi atau argemen yang menyatakan bahwa kondisi yang
melatar belakangi tuntutan ditolak atau dapat diterima hanya dengan syarat
tertentu;
6.
Syarat (qualifier) yang menyajikan
tingkat seberapa jauh seorang pembuat kebijakan (decision maker) atau analis
merasa yakin dengan tuntutannya.[2]
Dalam konteks proses pengambilan kebijakan
(decision making process), maka hasil yang diharapakan adalah pernyataan
kebijakan.[3]
Dalam hal ini, maka ada delapan cara yang berbeda untuk mengubah informasi
menjadi pernyataan kebijakan, yakni sebagai berikut:
1.
Cara Otoritatif. Pernyataan
kebijakan didasarkan atas argumen dari pihak yang berwenang. Informasi diubah
menjadi pernyataaan kebijakan atas asumsi status dan kedudukan yang dimiliki
oleh pembuat informasi tersebut.
2.
Cara statistik. Pernyataan
kebijakan didasarkan atas argumen yang diperoleh darisampel. Informasi diubah
menjadi pernyataan kebijakan atas dasar bahwa setiap hal yang dianggap benar
oleh anggota sampel maka itu berlaku poula bagi populasi yang telah diwakili
oleh sampel.
3.
Cara Klasifikasional. Pernyataan
kebijakan didasarkan pada argumen yang berasal dari status suatu keangotan pada
organisasi atau kelas tertentu. informasi diubah menjadi pernyataan kebijakan
berdasarkan atas asumsi bahwa apa yang benar dan berlaku bagi suatu kelas maka
berlaku pula pada seluruh anggota dari kelas tersebut.
4.
Cara Intuitif. Pernyataan kebijakan
didasarkan atas argumen yang berasal dari batin (insight). Informasi diubah menjadi pernyataan kebijakan atas asumsi
situasi mental (inner mental states)
pembuat informasi (decision maker)
yang mantap.
5.
Cara Analisentrik. Pernyataan
kebijakan didasarkan atas argumen yang berasal dari metode tertentu. Informasi
diubah menjadi penyataan kebijakan didasarkan atas asumsi bahwa metode dan
teknik analisis yang digunakan adalah benar dan valid.
6.
Cara Eksplanatori. Pernyataan
kebijakan didasarkan atas argumen yang berasal dari hubungan sebab-akibat.
Informasi diubah menjadi pernyataan kebijakan atas dasar asumsi bahwa sesuatu
itu terjadi karena disebabkan oleh hal-hal tertentu (cause and effect).
7.
Cara pragmatis. Pernyataan
kebijakan didasarkan atas argumen yang berasal dari motivasi dan analogi. Informasi diubah
menjadi pernyqtaan kebia\jakan berdasarkan asumsi bahwa hal tersebut dapat
mendukung pencapaian tujuan.
8.
Cara kritik-nilai. Pernyataan kebijakan didasarkan atas argumen
yang berasal dari pertimbangan etika. Informasi diubah menjadi pernyataan
kebijakan berdasarkan asumsi tentang konsekwensi dari kebaikan atau kejelekan, kebenaran atau kekeliruan suatu
kebijakan.[4]
No comments:
Post a Comment