Wednesday, May 22, 2013

Argumen untuk Kebijakan


 Keterkaitan antara argumen dalam proses pengambilan kebijakan.
Setiap kebijakan memiliki argumen yang merupakan alat untuk mengubah informasi yang relevan dengan kebijakan menjadi pernyataan kebijakan.[1] Ada enam elemen argument yang menyertai sebuah kebijakan, yakni sebagai berikut:
1.    Informasi yang relevan dengan kebijakan (policy-relevant information) yang dapat diperoleh dengan menggunakan berbagai metode. Beberapa bentuk informasi yang relevan dengan kebijakan adalah: masalah kebijakan, alternatif kebijakan, tindakan kebijakan, hasil kebijakan, hasil guna kebijakan.
2.    Tuntutan kebijakan (policy claim) yang merupakan kesimpulan dari argumen kebijakan;
3.    Pembenaran (warrant) sebagai proses memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan kepada tuntutan kebijakan; 
4.    Dukungan (backing) terhadap pembenaran yang berisi asumsi-asumsi atau argumen-argumen tambahan yang dapat digunakan untuk mendukung pembenaran;
5.    Bantahan (rebuttal) sebagai kesimpulan kedua, asumsi atau argemen yang menyatakan bahwa kondisi yang melatar belakangi tuntutan ditolak atau dapat diterima hanya dengan syarat tertentu;
6.    Syarat (qualifier) yang menyajikan tingkat seberapa jauh seorang pembuat kebijakan (decision maker) atau analis merasa yakin dengan tuntutannya.[2]
 Dalam konteks proses pengambilan kebijakan (decision making process), maka hasil yang diharapakan adalah pernyataan kebijakan.[3] Dalam hal ini, maka ada delapan cara yang berbeda untuk mengubah informasi menjadi pernyataan kebijakan, yakni sebagai berikut:
1.    Cara Otoritatif. Pernyataan kebijakan didasarkan atas argumen dari pihak yang berwenang. Informasi diubah menjadi pernyataaan kebijakan atas asumsi status dan kedudukan yang dimiliki oleh pembuat informasi tersebut.
2.    Cara statistik. Pernyataan kebijakan didasarkan atas argumen yang diperoleh darisampel. Informasi diubah menjadi pernyataan kebijakan atas dasar bahwa setiap hal yang dianggap benar oleh anggota sampel maka itu berlaku poula bagi populasi yang telah diwakili oleh sampel.
3.    Cara Klasifikasional. Pernyataan kebijakan didasarkan pada argumen yang berasal dari status suatu keangotan pada organisasi atau kelas tertentu. informasi diubah menjadi pernyataan kebijakan berdasarkan atas asumsi bahwa apa yang benar dan berlaku bagi suatu kelas maka berlaku pula pada seluruh anggota dari kelas tersebut.
4.    Cara Intuitif. Pernyataan kebijakan didasarkan atas argumen yang berasal dari batin (insight). Informasi diubah menjadi pernyataan kebijakan atas asumsi situasi mental (inner mental states) pembuat informasi (decision maker) yang mantap.
5.    Cara Analisentrik. Pernyataan kebijakan didasarkan atas argumen yang berasal dari metode tertentu. Informasi diubah menjadi penyataan kebijakan didasarkan atas asumsi bahwa metode dan teknik analisis yang digunakan adalah benar dan valid.
6.    Cara Eksplanatori. Pernyataan kebijakan didasarkan atas argumen yang berasal dari hubungan sebab-akibat. Informasi diubah menjadi pernyataan kebijakan atas dasar asumsi bahwa sesuatu itu terjadi karena disebabkan oleh hal-hal tertentu (cause and effect).
7.    Cara pragmatis. Pernyataan kebijakan didasarkan atas argumen yang berasal dari  motivasi dan analogi. Informasi diubah menjadi pernyqtaan kebia\jakan berdasarkan asumsi bahwa hal tersebut dapat mendukung pencapaian tujuan.
8.    Cara kritik-nilai.  Pernyataan kebijakan didasarkan atas argumen yang berasal dari pertimbangan etika. Informasi diubah menjadi pernyataan kebijakan berdasarkan asumsi tentang konsekwensi dari kebaikan atau kejelekan, kebenaran atau kekeliruan suatu kebijakan.[4]


[1] William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, (Yogyakarta, UGM Press, 1999), p. 155.
[2] William N. Dunn, Analisis Kebijakan Publik,   pp.  55-57.
[3] William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik,   p. 155.
[4] Ibid. 

No comments:

Post a Comment