Wednesday, March 27, 2013

Pendidikan Islam 3



Islam sebagai Disiplin Ilmu
Jika ada pengajaran dan pendidikan yang selalu mendapat sorotan luas dari masyarakat, dapat dipastikan itu adalah pengajaran dan pendidikan Islam. Ada banyak hal yang disoroti dari pelaksanaan pendidikan agama selama ini. Pertama, masalah materi atau muatan (content) pendidikan agama. Materi pendidikan agama yang bersumber dari ajaran Islam dinilai hanya menekankan pada dimensi teologis – dalam pengertian yang sempit dan ritual ajaran Islam. Bahwa dimensi teologis dan ritual merupakan masalah yang penting, telah menjadi kesadaran dan keyakinan dalam keberagaman umat manusia.
Kedua, persoalan yang berhubungan dengan kerangka metodologi. Jika dibandingkan dengan disiplin keilmuan lainnya, pelaksanaan pendidikan agama masih terpaku pada model konvensional yang lebih menekankan penggunaan metode ceramah sebagai mana layaknya sebuah pegajian yang cenderung monolog dan doktrinatif. Dalam keadaan demikian, pendidikan lebih merupakan sebagai perambahan dan pengayaan individu pendidik saja. Padahal, peserta didik yang telah mempunyai potensi agama (sense of religion) – meminjam istilah Rudolf Otto (1869-1937), tokoh fenomenologi agama – perlu dikembangkan dalam keakraban wacana melalui proses perenungan yang dalam dan proses dialigis yang produktif dan kritis.
Sebagai akibat adanya kelemahan pertama dan kedua tersebut, maka persoalan ketiga yang muncul adalah pendidikan agama kurang terintegrasi. Atau terjadi dualisme-dikotomi dengan disiplin keilmuan yang lain. Masalah tersebut dapat dilihat dalam dua hal. Pertama, pendidikan agama tidak pernah dikaitkan dengan disiplin kelimuan lainnya, kecuali penekanan yang berlebihan terhadap dimensi teologis dan ritual. Kedua, agama dalam pendidikan agama jarang sekali dijelaskan dari sudut pandang ilmu yang lain, seperti ekonomi, politik, filsafat, antropologi dan lain sebagainya. Pendidikan agama yang pada sisi lain merupakan studi agama atau studi Islam, sesungguhnya akan mengundang daya tarik jika menyertakan disiplin ilmu lain dalam menjelaskan ajaran dan fenomena keagamaan.
IDI (Islam sebagai Disiplin Ilmu) sebagai pendekatan di dalam pendidikan agama yang dimaksudkan untuk mengintegrasikan agama, dengan disiplin keilmuan yang lain. Tujuan dari IDI ini dirumuskan oleh Ahmad Muflih Saefuddin, salah satu anggota Tim Penyusun buku IDI, sebagai berikut; (1) Membuktikan kebenaran agama dalam disiplin ilmu; (2) Membenarkan formula ilmu sebagai produk pemikiran yang sesuai dengan atau bertitik-tolak dari tata nilai atau norma agama; (3) Menyanggah formula ilmu yang tidak memiliki hakekat kebenaran, tapi masih merupakan hipotesa; (4) Merintis terciptanya ilmu (konsep ilmiah) yang bersumber pada tata nilai atau norma agama, baik sebagai asumsi atau sebagai bukti (scientific proof).
Kerangka teologis dan filosofis inilah yang dijadikan titik tolak utama dalam mengintegrasikan ilmu-ilmu modern dengan Islam yang kemudian juga dikembangkan diperguruan tinggi dengan menggunakan pendekatan IDI. Bidang ilmu yang mendapat perhatian demikian beragam seperti ekonomi, psikologi, sosiologi, antropologi serta disiplin keilmuan yang dimasukkan dalam jenis natural science. Sebagai rangkaian dari semua usaha ini, sudah banyak buku yang dihasilkan dan diterbitkan sebagai bacaan umum. Ini menandakan bahwa gagasan ini memperoleh respon yang positif dari kalangan cendikiawan dan ilmuwan muslim yang datang dari berbagai disiplin Ilmu.
Meskipun penekanan pada dimensi metafisis-filosofis ini penting dengan suatu landasan kerja keilmua sangat tergantung pada asumsi metafisis-filosofis yang berkaitan dengan aspek teologis, epistimologis dan aksiologi ilmu pengetahuan, tetapi dirasa kurang memadai kalau tidak dilakukan pada tahap teoritisasi dengan melakukan kegiatan yang oleh Kuntowijoyo disebut dengan Quranic Theory Building.
Untuk kepentingan ini, Alquran – yang telah menyediakan kerangka teologis dan filosofis dibidang ilmu pengetahuan, selain juga kaya dengan pernyataan-pernyataan normatif – perlu diformulasikan lebih lanjut menjadi teori-teori yang empirik dan rasional, seperti yang ditempuh oleh ilmu-ilmu modern.
Barangkali itulah yang paling esensial dilakukan oleh perguruan tinggi untuk melakukan integrasi dan konteks tualisasi Islam dibidang ilmu pengetahuan.

No comments:

Post a Comment