Monday, April 15, 2013

Manajemen Berbasis Sekolah



Pengertian dan Sejarah MBS
Di Indonesia, wacana Manajemen Berbasis Sekolah di singkat MBS, mulai populer seiring dengan mulai bergulirnya ide tentang desentralisasi manajemen pendidikan nasional. Ide tentang desentralisasi pendidikan di picu oleh sebuah laporan bank dunia tahun 1998 tentang kondisi obyektif pendidikan di tanah air yang berjudul ‘Education in Indonesia: from crisis to recovery’. Salah satu yang menjadi sorotan dari laporan tersebut adalah perlunya diselenggarakan penataan kelembagaan dan Desentralisasi Pendidikan Dasar. Hal tersebut terutama mengkritik empat hal, yakni:
1.      Rumitnya sistem organisasi pada tingkat pendidikan dasar;
2.      Manajemen yang terlalu sentralistik;
3.      Kacau dan kakunya proses pembiayaan pendidikan ditingkat dasar;
4.      Manajemen pendidikan pada tingkat sekolah yang tidak efektif.[1]
Kemajuan dan perkembangan praktek dan gaya manajemen pada organisasi pendidikan di tingkat Internasional, dan pergeseran serta perobahan sistem politik di tingkat nasional, telah melahirkan pemikiran baru tentang sistem dan model manajemen pendidikan. Beberapa dimensi menajemen pendidikan yang bergeser tersebut antara lain, perobahan dari pola sentralistik menuju desentralistik.
Perobahan yang lain dalam mkonteks manajemen ini adalah:
·         Subordinasi menuju Otonomi
·         Dari pola pengambilan keputusan terpusat menuju pola pengambilan keputusan partisipatif;
·         Dari pola ruang gerak yang kaku menuju pola ruang gerak yang luwes;
·         Dari pola Pendekatan Birokratik menuju pola pendekatan yang profesional;
·         Dari pola sentralistik menuju pola desentralistik;
·         Dari pola yang diatur-atur menuju pola memotivasi diri sendiri;
·         Dari pola Overregulasi menuju pola Deregulasi;
·         Dari pola mengontrol menuju pola mempengaruhi;
·         Dari pola mengarahkan menuju pola memfasilitasi;
·         Dari pola menghindari resiko menuju pola mengelolah resiko;
·         Dari pola menggunakan anggaran seluruhnya menuju pola menggunakan anggaran seefisien mungkin;
·         Dari pola mengandalkan individu yang cerdas menuju pola  timwork yang cerdas;
·         Dari pola informasi yang terpribadi menuju pola informasi yang terbagi.
Dalam kondisi seperti itulah, ide Manajemen berbasis Sekolah mendapatkan tempat yang menarik bagi para pemikir dan pemerhati pendidikan. Hal ini seiring dengan ramainya publikasi hasil penelitian tentang praktek manajemen sekolah yang sukses di luar negeri seperti di Amerika pada negara bagian Los Angeles dan Kalifornia, di negara Australia pada negara bagian Queensland, ataupun negara Kanada. Praktek manajemen tersebut terkenal dengan istilah School-Based Management atau Manajemen - Berbasis Sekolah  (MBS).
Beberapa definisi tentang School-Based Management (SBM)  adalah sebagai berikut:
1.      School –based Management (SBM) is a strategy to improve education by transferring significant decision-making authority from state and district offices to individual school (Educations Office of Research). Artinya, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah suatu strategi untuk memperbaiki pendidikan dengan memindahkan kewenangan kewenangan pengambilan keputusan yang penting dari negara dan pemerintah daerah kepada pihak pengelolah sekolah.[2]
2.      Audrey J. Noble, menyatakan bahwa School – Based Management atau dapat juga disebut dengan Shared Decision Making refers to an inclusive or representative decision making process in which all members of the group participate as aquels. Artinya, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merujuk pada suatu representasi proses pengambilan  keputusan dimana seluruh anggota kelompok berpartisipasi secara seimbang.[3]
3.      Priscilla memandang School-Based Management (SBM) as a political reform that transfers power (authority) over budget, personnel and curriculum to individual school. Artinya, Manajemen - Berbasis Sekolah  (MBS) adalah suatu bentuk reformasi politik yang memindahkan kewenangan tentang anggaran, kepegawaian dan kurikulum ke sekolah.[4]
4.      Menurut Judith Chapman, School-Based Management (SBM) refers to a form of educational administration in which the school become the primary unit for decision making. It differs from more traditional form of educational administration in which a central bureaucracy dominated the decision making process. Artinya; Manajemen - Berbasis Sekolah  (MBS) merujuk pada suatu bentuk administrasi pendidikan, dimana sekolah menjadi unit utama dalam pengambilan keputusan. Hal ini berbeda dengan bentuk tradisional manajemen pendidikan, dimana birokrasi pemerintah pusat sangat dominan dalam proses pembuatan keputusan.[5]
5.      Fasli Jalal dan Dedi Supriadi, mendefinisikan Manajemen - Berbasis Sekolah  (MBS) sebagai salah satu pengelolaan sekolah  yang bertumpu pada sekolah (kepala sekolah dan staff) dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang sentralistik, sehingga sekolah punya kebebasan untuk menentukan apa yang perlu diajarkan dengan mengelolah sumber daya yang ada secara kreatif dan inovatif.[6]
Dari berbagai definisi diatas, maka Manajemen - Berbasis Sekolah  (MBS) dapat di pahami sebagai salah satu strategi kebijakan pengelolaah (strategic -management) pendidikan yang berpusat pada institusi (sekolah) dalam rangka mencapai hasil pendidikan yang  maksimal. Adapun modelnya, adalah tergantung pada sekolah tersebut untuk menentukan secara tepat dan sesuai kondisi obyektif yang melingkupi sekolah tersebut. Oleh karena itu, inisiatif, kreatifitas, daya inovasi, kekompoakkan dan kerjasama sekolah dengan masyarakatnya sangat menentukan dalam penerapan model Manajemen - Berbasis Sekolah  (MBS).
Secara historis, sistem School-Based Management (SBM) atau Manajemen - Berbasis Sekolah  (MBS), berkembang pada Lembaga Pendidikan Swasta (private school). Sistem ini diawali dengan model ‘High-Involvement Management’ yakni model pengelolaan yang memberikan peluang seluas-luasnya kepada stake holders di bidang pendidikan untuk turut terlibat dalam membicarakan kemajuan proses-belajar mengajar. Model tersebut kemudian menampakkan hasil yang maksimal, sehingga  mulai di implementasikan secara luas. 
 Disamping alasan historis seperti tersebut diatas, penerapan konsep Manajemen - Berbasis Sekolah  (MBS) dilandasi oleh beberapa asumsi sebagai berikut:
1.      Pandangan politik bahwa  masyarakat lokal di sekitar sekolah lebih mengetahui kebutuhan yang cocok dan sesuai dalam rangka memperbaiki kualitas pemdidikan di sekolahnya.
2.      Pemberdayaan masyarakat di sekitar sekolah (local empowerment) terutama orang tua murid dan pelaku dunia usaha lokal, dapat meningkatkan kontribusi dan partisipasi real mereka dalam kegiatan pendidikan.
3.      Penyertaan sumberdaya lokal (local actor) dalam pendidikan, terutama dalam pengambilan keputusan, secara logis dapat membuat mereka untuk senantiasa bertanggung jawab dengan keputusan yang telah disepakati.
4.      Pemangkasan alur birokrasi (span of control) akan melahirkan kinerja tenaga kependidikan menjadi lebih profesional. Hal ini akan menghasilkan prestasi anak didik (student academic achievement) yang tinggi sebagai tujuan dari sekolah.
5.      Dalam pandangan yang lebih mikro, sekolah sebagai unit pendidikan yang menjadi garda depan bagi prestasi anak, lebih mengetahui potensi (input dan sumberdaya serta harapan dan kebutuhannya) dalam rangka meningkatkan mutu. Hal ini membawa implikasi bagi pengambilan keputusan tentang proses pengajaran dan pemanfaatan sumberdaya yang ada di sekolah.



[1] Fasli Jalal dan Dedi Supriadi, Reformasi Pendidikan dalam konteks Otonomi Daerah,  (Jakarta: Adi Cita Karya, 2001), p. 153
[2] Office Of Research Education, “School-Based Manajemen”, Consumer Guide: Australia; January 1993
[3] Audrey J. Noble, School-Based Management, (Australia: Associate for Evaluation and Policy Analysis, February 1996)
[4] PriscillaWohlstetter and Susan Albers Mohrman, School-Based Management: Strategy for Success, (Australia: USC, 1999).
[5] Judith Champman, School-Based Decision Making and Management (London: The Palmer Press, 1990), p.  xi.
[6] Jalal dan Supriadi, op.cit., p. 160

1 comment:

  1. Sistem manajemen pendidikan saat ini mulai dilakukan secara digital dengan bantuan software yang dapat membuat pekerjaan operasional jauh lebih efisien.

    ReplyDelete