Monday, April 15, 2013

Pemicu Globalisasi Pendidikan



Secara sederhana  beberapa faktor yang menjadi pemicu lahirnya globalisasi pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Kerjasama Internasional dan Regional.
Berlakunya WTO, APEC dan AFTA akan menuntut keterampilan dan kemampuan bersaing untuk menjalani prinsip-prinsip kehidupan global yang biasa dikenal dengan istilah ‘the golden rule’. The Golden rule adalah seperangkat nilai yang bersifat universal dan humanis  yang diyakini dapat menopang peradaban manusia yang maju, damai dan beradab.[1] Disini lembaga pendidikan diposisikan sebagai tempat yang diharapkan dapat merubah (meng-up date) pikiran, wawasan, dan membentuk sikap, perilaku dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan ‘the golden rule’.
Fakta lain dari berlakunya WTO, APEC, DAN AFTA, adalah lahirnya Multi National Cotporation, sebagai  instrumen pelaksana dari kegiatan perdangangan barang dan jasa lintas negara dan benua. Perusahaan-perusahaan raksasa tersebut membutuhkan sumber daya manusia (hman resources) yang unggul dan secara Institusi telah terbakukan mutunya (standardized services and goods). Dan untuk mencetak sumber daya manusia seperti ini, tidak dapat diserahkan kepada lembaga pendidikan konvensional yang ada di setiap negara. Perusahaan MNC memerlukan kualifikasi sumber daya manusia yang bermutu tinggi dan itu hanya dilahirkan oleh lembaga pendidikan pendidikan yang bonafide. Disinilah lahir tuntutan untuk membangun lembaga pendidikan bermutu bagi kebutuhan industrinya. Karena perkembangan yang pesat dan demi efisiensi dan alasan lainnya (alasan politik untuk merekrut sumber daya manusia dari penduduk pribumi) maka lembaga tersebut mendirikan lembaga pendidikan di negara dimana bisnis dan industrinya beroperasi).
2. Penemuan Teknologi Informasi dan komunikasi.
Beberapa piranti teknologi informasi seperti telepon, celular, handphone, handy-camera, komputer, printer, dan modem, telah membawa revolusi besar dalam seluruh aspek kehidupan umat manusia, termasuk dibidang pendidikan. Dalam konteks globalisasi penemuan baru dan inovasi yang berlangsung sangat cepat di bidang Teknologi Informasi telah melahirkan kekuatan dan kelompok baru yang dinamakan ‘The Electronic Herd’ yakni suatu kelompok orang atau perusahaan yang mempunyai jaringan bisnis luas dan melakukan transaksi secara cepat sehingga mampu mempengaruhi kondisi suatu negara atau bangsa. Alat bisnis dan transaksi mereka mengandalkan kabel dan layar komputer.[2]
Teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional dapat disulap menjadi teknologi pendidikan. Dengan penggunaan teknologi tersebut, maka paling kurang ada dua dampak langsung terhadap dunia pendidikan. Pertama; berbagai teks materi ilmu pengetahuan (content) dapat disebar-luaskan secara cepat ke berbagai penjuru dunia. Hal ini akan melahirkan perobahan dan pertambahan wawasan dan pengetahuan masyarakat secara cepat. Kedua; hadirnya sistem dan program pendidikan negara lain secara virtual melalui layar komputer. Ini memungkinkan seseorang belajar secara on-line dengan menggunakan internet dengan pilihan yang bebas dan kaya.
 Hal ini secara langsung menggugat peran lembaga pendidikan di suatu negara. Dan merupakan intervensi atas eksistensi lembaga pendidikan suatu negara.
3. Gerakan Demokratisasi dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Gerakan ini menjadi semakin populer dan efektif ditengah arus globalisasi. Hal ini karena muatan dari demokrasi dan hak asasi manusia bersifat universal, sehingga tuntutan dan perjuangan untuk menegakkannya menjadi keharusan universal dan dijunjung tinggi oleh segenap umat manusia. Dimana –mana terlihat bahwa gerakan yang mengatas namakan demokrasi dan hak asasi manusia selalu mendapat dukungan internasional. Contoh; eksistensi masyarakat aborigin untuk mendapatkan pendidikan dan melestarikan budayanya, menjadi agenda bersama LSM internasional. Demikian pula misalnya tuntutan untuk memberantas buta huruf (illiteracy) menjadi agenda bersama negara di dunia serta lembaga-lembaga swasta.
Inti dari gerakan demokrasi dan hak asasi manusia adalah penegasan eksistensi manusia sebagai mahluk individu dan sosial yang merdeka. Ia bertujuan untuk menjamin kebebasan berkreasi dalam rangka merealisasi potensinya sebagai manusia. Sehingga dalam konteks demokrasi dan HAM, maka setiap manusia mempunyai hak untuk mengembangkan dirinya melalui proses pembelajaran, pelatihan, maupun bentuk pendidikan lainnya.
Setiap individu bebas memilih sekolah apa dan dimana, belajar apa dengan siapa dan diajar oleh siapa. Regulasi yang restriktif terhadap hal diatas akan diklaim sebagai melanggar demokrasi dan HAM.
4.  Peningkatan status sosial ekonomi masyarakat.
Suatu masyarakat yang status sosial-ekonominya tinggi, mempunyai pilihan yang beragam atas sarana dan prasarana kehidupan. Mereka bebas memilih bentuk hiburan, alat transportasi, bentuk rumah dan pakaian.  Dan di bidang pendidikan mereka bebas memilih sekolah yang berkualitas, dan memenuhi tuntutan selera dan gaya hidupnya. Bahkan dalam hal memilih sekolah, masyarakat yang kaya cenderung berpikir untuk bersekolah pada lembaga yang menjamin lestarinya status mereka. Mereka tidak mau terikat pada batas ingkungan geografis.
Kehadiran teknologi komunikasi, informasi dan angkutan, membawa perobahan besar-besaran terhadap struktur demokrafi dan sosial suatu bangsa. Banyak orang yang dulunya termasuk kelompok marginal dan tidak terpandang, dengan menguasai keterampilan tertentu dapat menjadi kaya raya. Hal ini menjadi fakta yang ramai diberitakan di era globalisasi sekarang. Fredman menamakan kelompok ini dengan istilah ‘groundswell[3].


[1] Ibid., pp. 86-87.
[2] Ibid., pp.93-119.
[3] Ibid.,  pp. 285-294.

No comments:

Post a Comment